Monday, November 16, 2015

Tingkeban (MAPATI)

Tingkeban (MAPATI)

            Mei 2015, saya memutuskan untuk menulis, mencari tahu tentang upacara atau adat yang dilakukan di Desa Bulung Kulon Jekulo Kudus yaitu ketika masa kehamilan telah mencapai 4 bulan yang dikenal dengan tingkep. Pertama saya menanyai ibu saya apa sie yang dinamakan tingkep. Ibu masfu’ah menjawab tingkep adalah selamatan 4 bulanan ketika wanita sedang hamil, yaitu dengan mengundang para tetangga untuk melakukan selamatan berdoa bersama dirumah. [1]
            Selanjutnya saya menanyakan hal yang sama kepada ayah saya, beliau menjelaskan tingkep adalah selamatan pada bayi yang dikandung seorang wanita berusia menginjak 4 bulan. Tingkep dilakukan supaya terhindar dari bala’, tingkep disamakan dengan sedekah kepada tetangga  supaya si bayi dan sekeluarga aman terhindar dari bala’.
            Kemudian saya menanyai ayah saya tentang perihal
apa yang disedekahkan, beliau menjawab, dengan berkat yang didalamnya ditambah antara lain : takir yang terbuat dari daun pisang dengan dihiasi janur kuning dengan berisikan rujak cengkir tanpa lombok, ada sedikit bobok atau bedak serta pandan wangi diiris lancip-lancip.
Cara membuatnya masakan nasi bisa ditata rapi seperti berkat pada umumnya ada tahu, tempe, daging ayam,sayur, telur tanpa sambal. Kemudian takir daun dibuat yang bagus dihiasi janur dijarumi dengan jarum biasa atau jarum berwarna emas. Kemudian rujak cengkir di masukkan di atas tatanan ketan yang dimasak warna kuning ditambah sedikit bedak dingin, daun pandan wangi.[2]
Saya menanyai perihal tentang arti atau makna dari berkat dengan segala macamnya tadi lalu beliau menjelaskan;
1.      Berkat merupakan shodaqoh agar bayi dalam kandungan selamat sampai dilahirkan.
2.      Rasa manis, agar bayi tersebut nantinya jadi orang yang berguna bagi masyarakat di sekitar, baik ucapan maupun perbuatannya selalu dibutuhkan masyarakat.
3.      Janur kuning, agar bayi tersebut ketika lahir dan seterusnya bersinar bisa menerangi kegelapan yang ada dalam masyarakat terutama pada diri sendiri.
4.      Jarum, agar bayi tersebut nantinya mempunyai kecerdasan sehingga bisa menembus segala kesulitan yang dihadapinya.
5.      Bedak adem, agar bayi tersebut nantinya bisa menyelesaikan masalah dengan hati dingin tidak emosi, kasar, kaku dan lain-lain.
6.      Nasi ketan, agar bayi tersebut menjadi kuat pendiriannya, keimanannya, ketaqwaannya, tidak mudah digoyahkan oleh situasi dan lain-lain.
7.      Daun pandan wangi, agar bayi tersebut harum baunya, sehingga banyak orang yang mencintainya.
Namun karena merasa semakin tertarik dan belum puas mengenali apa itu tingkep akhirnya saya memutuskan untuk menambah dengan menanyai bapak arifin seorang sederhana lulusan ponpes, beliau menjelaskan bahwa tingkep dalam istilah arabnya dinamakan Tarbi’ dri kata Robi’ (empat), atau dalam tradisi jawa dikenal dengan selamatan 4 bulanan kehamilan. Prosesi tarbi’ yaitu berdo’a kemudian dibacakan alqur’an untuk memohon keselamatan pada jabang bayi.
Ada alasan kenapa Tarbi’ dilakukan ketika 4 bulan kehamilan. Mengenai hal tersebut, pak Arifin menjelaskan karena hal itu berkenaan dengan siklus hidup manusia yang diterangkan al qur’an. Dalam alqur’an diterangkan bahwa ketika masa kehamilan berumur 4 bulan, saat itu ruh akan ditiupkan oleh Allah pada sang jabang bayi , dimana ketika itu akan ditetapkan beberapa takdir berkaitan dengan kehidupan sang jabang bayi.untuk itu supaya sang jabang bayi selamat dan mendapat takdir yang baik dan khusnul khotimah dalam hidupnya, maka dilaksanakanlan selamatan 4 bulanan yaitu tarbi’ atau tingkep istilahnya mapak dongo karena mau dipasaang nyowo.
Tingkep menurut pak arifin, merupakan tradisi orang jawa yang sudah melekat pada diri masyarakat jawa, kemudian ketika datangnya islam, tidak serta merta tradisi tersebut ditentang dengan alasan tidak dilakukan di tanah Arab namun arahnya diluruskan kembali. Karena menurut pak Arifin ketika ia masih nyantren diterangkan bahwa masyarakat jawa itu adatnya banyak yang islami namun cuman arah dari adat tersebut udah belok tidak ditujukan kepada Allah, makanya islam datang untuk meluruskan.
Kemudian pak arifin menambahkan bahwa setelah tarbi’ masih ada prosesi lagi yaitu dilanjutkan dengan Tasbi’ asluhu Tsabi’ (tujuh) atau dikenal dengan mitoni.[3]
Nilai Pendidikan Islam dalam tradisi tingkep mapati :
1.      Menanamkan nilai kasih sayang kepada calon bayi.
2.      Sebagai pemberian perhatian khusus pada wanita hamil agar ia tidak merasa jadi beban.
3.      Menambah rasa syukur kepada Allah.
4.      Menyambung tali silaturohim keluarga dan tetangga.
5.      Memperkenalkan kehamilan kepada saudara dan tetangga.
by.Muhammad Noor Syamsul Huda/h_syamsul19@yahoo.com




[1] Wawancara dengan ibu Masfu’ah
[2] Wawancara dengan bapak Samudi
[3] Wawancara dengan Bapak Arifin 

No comments:

Post a Comment