Tingkeban (MAPATI)
Mei 2015, saya memutuskan untuk
menulis, mencari tahu tentang upacara atau adat yang dilakukan di Desa Bulung
Kulon Jekulo Kudus yaitu ketika masa kehamilan telah mencapai 4 bulan yang
dikenal dengan tingkep. Pertama saya menanyai ibu saya apa sie yang dinamakan
tingkep. Ibu masfu’ah menjawab tingkep adalah selamatan 4 bulanan ketika wanita
sedang hamil, yaitu dengan mengundang para tetangga untuk melakukan selamatan
berdoa bersama dirumah. [1]
Selanjutnya saya menanyakan hal yang
sama kepada ayah saya, beliau menjelaskan tingkep adalah selamatan pada bayi
yang dikandung seorang wanita berusia menginjak 4 bulan. Tingkep dilakukan
supaya terhindar dari bala’, tingkep disamakan dengan sedekah kepada
tetangga supaya si bayi dan sekeluarga
aman terhindar dari bala’.
Kemudian saya menanyai ayah saya
tentang perihal
apa yang disedekahkan, beliau menjawab, dengan berkat yang didalamnya ditambah antara lain : takir yang terbuat dari daun pisang dengan dihiasi janur kuning dengan berisikan rujak cengkir tanpa lombok, ada sedikit bobok atau bedak serta pandan wangi diiris lancip-lancip.
apa yang disedekahkan, beliau menjawab, dengan berkat yang didalamnya ditambah antara lain : takir yang terbuat dari daun pisang dengan dihiasi janur kuning dengan berisikan rujak cengkir tanpa lombok, ada sedikit bobok atau bedak serta pandan wangi diiris lancip-lancip.
Cara
membuatnya masakan nasi bisa ditata rapi seperti berkat pada umumnya ada tahu,
tempe, daging ayam,sayur, telur tanpa sambal. Kemudian takir daun dibuat yang
bagus dihiasi janur dijarumi dengan jarum biasa atau jarum berwarna emas. Kemudian
rujak cengkir di masukkan di atas tatanan ketan yang dimasak warna kuning
ditambah sedikit bedak dingin, daun pandan wangi.[2]
Saya
menanyai perihal tentang arti atau makna dari berkat dengan segala macamnya
tadi lalu beliau menjelaskan;
1.
Berkat merupakan shodaqoh agar bayi dalam kandungan selamat sampai
dilahirkan.
2.
Rasa manis, agar bayi tersebut nantinya jadi orang yang berguna
bagi masyarakat di sekitar, baik ucapan maupun perbuatannya selalu dibutuhkan
masyarakat.
3.
Janur kuning, agar bayi tersebut ketika lahir dan seterusnya
bersinar bisa menerangi kegelapan yang ada dalam masyarakat terutama pada diri
sendiri.
4.
Jarum, agar bayi tersebut nantinya mempunyai kecerdasan sehingga
bisa menembus segala kesulitan yang dihadapinya.
5.
Bedak adem, agar bayi tersebut nantinya bisa menyelesaikan masalah
dengan hati dingin tidak emosi, kasar, kaku dan lain-lain.
6.
Nasi ketan, agar bayi tersebut menjadi kuat pendiriannya,
keimanannya, ketaqwaannya, tidak mudah digoyahkan oleh situasi dan lain-lain.
7.
Daun pandan wangi, agar bayi tersebut harum baunya, sehingga banyak
orang yang mencintainya.
Namun
karena merasa semakin tertarik dan belum puas mengenali apa itu tingkep
akhirnya saya memutuskan untuk menambah dengan menanyai bapak arifin seorang
sederhana lulusan ponpes, beliau menjelaskan bahwa tingkep dalam istilah arabnya
dinamakan Tarbi’ dri kata Robi’ (empat), atau dalam tradisi jawa dikenal dengan
selamatan 4 bulanan kehamilan. Prosesi tarbi’ yaitu berdo’a kemudian dibacakan
alqur’an untuk memohon keselamatan pada jabang bayi.
Ada
alasan kenapa Tarbi’ dilakukan ketika 4 bulan kehamilan. Mengenai hal tersebut,
pak Arifin menjelaskan karena hal itu berkenaan dengan siklus hidup manusia
yang diterangkan al qur’an. Dalam alqur’an diterangkan bahwa ketika masa
kehamilan berumur 4 bulan, saat itu ruh akan ditiupkan oleh Allah pada sang
jabang bayi , dimana ketika itu akan ditetapkan beberapa takdir berkaitan
dengan kehidupan sang jabang bayi.untuk itu supaya sang jabang bayi selamat dan
mendapat takdir yang baik dan khusnul khotimah dalam hidupnya, maka
dilaksanakanlan selamatan 4 bulanan yaitu tarbi’ atau tingkep istilahnya mapak
dongo karena mau dipasaang nyowo.
Tingkep
menurut pak arifin, merupakan tradisi orang jawa yang sudah melekat pada diri
masyarakat jawa, kemudian ketika datangnya islam, tidak serta merta tradisi
tersebut ditentang dengan alasan tidak dilakukan di tanah Arab namun arahnya
diluruskan kembali. Karena menurut pak Arifin ketika ia masih nyantren
diterangkan bahwa masyarakat jawa itu adatnya banyak yang islami namun cuman
arah dari adat tersebut udah belok tidak ditujukan kepada Allah, makanya islam
datang untuk meluruskan.
Kemudian
pak arifin menambahkan bahwa setelah tarbi’ masih ada prosesi lagi yaitu
dilanjutkan dengan Tasbi’ asluhu Tsabi’ (tujuh) atau dikenal dengan mitoni.[3]
Nilai
Pendidikan Islam dalam tradisi tingkep mapati :
1.
Menanamkan nilai kasih sayang kepada calon bayi.
2.
Sebagai pemberian perhatian khusus pada wanita hamil agar ia tidak
merasa jadi beban.
3.
Menambah rasa syukur kepada Allah.
4.
Menyambung tali silaturohim keluarga dan tetangga.
5.
Memperkenalkan kehamilan kepada saudara dan tetangga.
No comments:
Post a Comment