Tradisi
Sepasaran Pasca Pernikahan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ‘tradisi’ diartikan sebagai
adat kebiasaan turun-temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan di
masyarakat. Jika tradisi merupakan kebiasaan yang dijalankan masyarakat, maka
setiap masyarakat di daerah-daerah tertentu memiliki tradisi yang berbeda-beda
pula.
Salah satu contoh tradisi masyarakat Jawa yaitu ‘sepasaran’.
Sepasaran diambil dari kata pasaran, yang mana dalam penanggalan menurut Jawa
ada 5 pasaran, yaitu kliwon, legi, pahing, pon dan wage. Jadi, sepasaran
merupakan suatu tradisi selametan yang dilakukan oleh masyarakat Jawa 5 hari
pasca melangsungkan pernikahan. Tradisi tersebut dilakukan dengan cara
memberikan berkat (makanan beserta lauk yang ditaruh di dalam besek atau tempat
makanan lain) kepada sanak saudara atau tetangga dekat dari kedua mempelai,
dengan harapan
si pengantin mendapat keselamatan serta terhindar dari musibah.
Dalam berkat tersebut berisi nasi, ayam goreng/empal, bihun/mie, sambal goreng
tahu, dan telur yang ditaruh dalam mika di atas nasi, dan dibungkus dalam
besek. Akan tetapi setiap daerah di Jawa pun memiliki perbedaan-perbedaan dalam
melakukan tradisi ini.
Sepasaran merupakan tradisi turun temurun dari orang Hindu-Budha
yang berkembang pada zaman dahulu sebelum datangnya Islam. Dahulu sepasaran
dirayakan dengan cara pesta miras, kemudian setelah kedatangan Islam tradisi
itu tidak serta merta dihilangkan. Akan tetapi acaranya diganti dengan
selametan memberikan makanan kepada sanak famili serta tetangga dan
menghilangkan pesta miras dalam acara tersebut. Karena meminum miras itu haram.
Acara itu tidak sepenuhnya dihilangkan karena sebagai wujud rasa syukur dengan
bersedekah memberikan makanan dan mengharap dan mengharapkan keselametan, ujar
Pak Sholihan pada saat wawancara tanggal 9 Mei 2015 di kediaman beliau, di desa
Undaan Kidul. Dalam wawancara tersebut, pak Sholihan juga berkata bahwa berkat
sepasaran harus di antarkan sendiri oleh pengantin. Hal itu bertujuan untuk
memperkenalkan pengantin sebagai anggota keluarga baru pada sanak saudara
mereka. Dengan demikian pengantin yang menjadi anggota keluarga baru akan
mengetahui rumah saudara-saudaranya.[1]
Di Kudus khusunya di daerah Undaan, sepasaran yang dulunya
dilangsungkan 5 hari setelah pernikahan, sekarang banyak masyarakat yang
melakukannya sehari setelah melangsungkan pernikahan. Hal itu dilakukan agar
kedua mempelai bisa cepat keluar rumah dengan bebas untuk bekerja dan tidak
perlu merasa khawatir. Konon cerita dari Bu Halimah yang saya simak pada
tanggal 10 Mei 2015 pernah mendengar, ada sepasasang pengantin yang habis
melangsungkan pernikahan, dan sehari sesudah itu mereka bepergian. Kemudian
terdengar kabar bahwa mereka berdua mengalami sebuah kecelakaan di jalan dan
akhirnya meninggal.[2]
Banyak masyarakat yang percaya bahwa kecelakaan yang mereka alami terjadi
karena mereka belum melakukan upacara sepasaran setelah menikah, sehingga
mereka mendapat musibah dalam perjalanannya. Walaupun demikian, kita tidak
boleh mempercayainya. Karena sesungguhnya ajal merupakan ketetapan yang
diberikan oleh Allah, dan tak ada satupun makhluk yang mengetahuinya.
Akan tetapi masih banyak masyarakat yang belum mengetahui secara
pasti mengenai tradisi sepasaran yang biasa mereka lakukan. Mereka mengaku
bahwa hanya melakukan tradisi yang telah ada secara turun-temurun itu tanpa
mengetahui asal muasal sejarahnya. Salah satunya adalah Mbah Mur, yang
mengatakan bahwa beliau hanya menjalankannya seperti yang orang tuanya dulu
lakukan tanpa mengetahui makna dari acara tersebut, begitulah jawaban dari mbah
Mur saat saya mencoba bertanya mengenai tradisi sepasaran pada tanggal 5 Mei
2015.
Bagaimanapun juga di dalam tradisi sepasaran mengandung nilai-nilai
pendidikan Islam. Di antaranya sepasaran adalah wujud rasa syukur kepada Allah
dengan cara bersedekah, yang mana sedekah itu dapat menolak balak. Sehingga
benar jika mengharapkan keselamatan kepada Allah dengan cara bersedekah. Selain
itu, sepasaran juga bisa mempererat tali silaturrahim antara saudara dan sesama
muslim dengan cara saling berbagi.
BY.Faricha Zuliani/faricha.niknuk@gmail.com
No comments:
Post a Comment