Wednesday, December 9, 2015

Tradisi Sepasaran Pasca Pernikahan

Tradisi Sepasaran Pasca Pernikahan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ‘tradisi’ diartikan sebagai adat kebiasaan turun-temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan di masyarakat. Jika tradisi merupakan kebiasaan yang dijalankan masyarakat, maka setiap masyarakat di daerah-daerah tertentu memiliki tradisi yang berbeda-beda pula.
Salah satu contoh tradisi masyarakat Jawa yaitu ‘sepasaran’. Sepasaran diambil dari kata pasaran, yang mana dalam penanggalan menurut Jawa ada 5 pasaran, yaitu kliwon, legi, pahing, pon dan wage. Jadi, sepasaran merupakan suatu tradisi selametan yang dilakukan oleh masyarakat Jawa 5 hari pasca melangsungkan pernikahan. Tradisi tersebut dilakukan dengan cara memberikan berkat (makanan beserta lauk yang ditaruh di dalam besek atau tempat makanan lain) kepada sanak saudara atau tetangga dekat dari kedua mempelai, dengan harapan
si pengantin mendapat keselamatan serta terhindar dari musibah. Dalam berkat tersebut berisi nasi, ayam goreng/empal, bihun/mie, sambal goreng tahu, dan telur yang ditaruh dalam mika di atas nasi, dan dibungkus dalam besek. Akan tetapi setiap daerah di Jawa pun memiliki perbedaan-perbedaan dalam melakukan tradisi ini.
Sepasaran merupakan tradisi turun temurun dari orang Hindu-Budha yang berkembang pada zaman dahulu sebelum datangnya Islam. Dahulu sepasaran dirayakan dengan cara pesta miras, kemudian setelah kedatangan Islam tradisi itu tidak serta merta dihilangkan. Akan tetapi acaranya diganti dengan selametan memberikan makanan kepada sanak famili serta tetangga dan menghilangkan pesta miras dalam acara tersebut. Karena meminum miras itu haram. Acara itu tidak sepenuhnya dihilangkan karena sebagai wujud rasa syukur dengan bersedekah memberikan makanan dan mengharap dan mengharapkan keselametan, ujar Pak Sholihan pada saat wawancara tanggal 9 Mei 2015 di kediaman beliau, di desa Undaan Kidul. Dalam wawancara tersebut, pak Sholihan juga berkata bahwa berkat sepasaran harus di antarkan sendiri oleh pengantin. Hal itu bertujuan untuk memperkenalkan pengantin sebagai anggota keluarga baru pada sanak saudara mereka. Dengan demikian pengantin yang menjadi anggota keluarga baru akan mengetahui rumah saudara-saudaranya.[1]
Di Kudus khusunya di daerah Undaan, sepasaran yang dulunya dilangsungkan 5 hari setelah pernikahan, sekarang banyak masyarakat yang melakukannya sehari setelah melangsungkan pernikahan. Hal itu dilakukan agar kedua mempelai bisa cepat keluar rumah dengan bebas untuk bekerja dan tidak perlu merasa khawatir. Konon cerita dari Bu Halimah yang saya simak pada tanggal 10 Mei 2015 pernah mendengar, ada sepasasang pengantin yang habis melangsungkan pernikahan, dan sehari sesudah itu mereka bepergian. Kemudian terdengar kabar bahwa mereka berdua mengalami sebuah kecelakaan di jalan dan akhirnya meninggal.[2] Banyak masyarakat yang percaya bahwa kecelakaan yang mereka alami terjadi karena mereka belum melakukan upacara sepasaran setelah menikah, sehingga mereka mendapat musibah dalam perjalanannya. Walaupun demikian, kita tidak boleh mempercayainya. Karena sesungguhnya ajal merupakan ketetapan yang diberikan oleh Allah, dan tak ada satupun makhluk yang mengetahuinya.
Akan tetapi masih banyak masyarakat yang belum mengetahui secara pasti mengenai tradisi sepasaran yang biasa mereka lakukan. Mereka mengaku bahwa hanya melakukan tradisi yang telah ada secara turun-temurun itu tanpa mengetahui asal muasal sejarahnya. Salah satunya adalah Mbah Mur, yang mengatakan bahwa beliau hanya menjalankannya seperti yang orang tuanya dulu lakukan tanpa mengetahui makna dari acara tersebut, begitulah jawaban dari mbah Mur saat saya mencoba bertanya mengenai tradisi sepasaran pada tanggal 5 Mei 2015.
Bagaimanapun juga di dalam tradisi sepasaran mengandung nilai-nilai pendidikan Islam. Di antaranya sepasaran adalah wujud rasa syukur kepada Allah dengan cara bersedekah, yang mana sedekah itu dapat menolak balak. Sehingga benar jika mengharapkan keselamatan kepada Allah dengan cara bersedekah. Selain itu, sepasaran juga bisa mempererat tali silaturrahim antara saudara dan sesama muslim dengan cara saling berbagi.

BY.Faricha Zuliani/faricha.niknuk@gmail.com



[1] Wawancara Pak Sholihan, Masyarakat desa Undaan Kidul, 09/05/2015, Jam 16.00, di Rumah Pak Sholihan.
[2] Wawancara Ibu Halimah, Masyarakat desa Undaan Kidul, 10/05/2015, Jam 19.00, di Rumah Ibu Halimah.

No comments:

Post a Comment