Monday, November 2, 2015

Nilai-nilai Pendidikan Islam pada Tradisi Pengantin Mubeng Gapura


Nilai-nilai Pendidikan Islam pada Tradisi Pengantin Mubeng Gapura

di Desa Loram
loram

a.       Sejarah gapura dan masjid Wali di Loram

Pendiri gapura dan masjid wali adalah Sultan Hadirin. Sultan Hadirin ( Raden Toyyib) adalah putra dari Sultan Hayyat Syah dari Aceh. Saat ayahnya sudah tua dan merasa sudah tidak mampu memimpin rakyatnya lagi maka kekuasaan diberikan anak tertuanya yaitu Raden Toyyib. Pada saat kekuasaan Sultan Hayyat Syah diberikan kepada putranya Raden Toyyib, adiknya (Raden Taqyin) iri dengan kakaknya. Tapi karena Raden Toyyib tidak suka dengan pertengkaran apalagi dengan saudaranya sendiri hanya karena jabatan, maka Raden Toyyib memberikan kekuasaannya sepenuhnya kepada adiknya yaitu Raden Taqyin.  Sedangkan Raden Toyyib lebih memilih mengikuti pendiriannya sendiri yaitu ingin memperdalam ilmunya sehingga Raden Toyyib pergi merantau  mencari
pengalaman untuk memperbanyak ilmu sampailah ke Tiongkok Cina tepatnya di daerah Campa, yang pada waktu itu sudah menjadi kerajaan islam di Cina.

Di sana beliau bertemu seorang tokoh agama sekaligus pemimpin yang bernama Tje Wie Guan. Disana raden toyyib dijadikan sebagai anak angkat dari Tje Wie Guan. Lalu terjadilah hubungan dekat antara Raden Toyyib dan Tje Wie Guan sebagai anak angkat dan ayah angkat.

Ketika Raden Toyyib merasa sudah lama di campa dan merasa sudah cukup dalam memperdalam ilmu, beliau ingin kembali ke tempat kelahirannya, maka beliau berangkat ke Aceh. Namun beliau cuman sebentar, setelah itu Raden Toyyib merantau lagi sampai ke pesisir Jawa tepatnya di daerah Jepara untuk mencari penglaman. Pada waktu jepara masih menjadi Kadipaten belum Kabupaten yang dipimpinoleh seorang Adipati. Dinamakan adipati karena pada saat itu Jepara masih menjadi wilayah wiroro demak yang dikepercayakan oleh keturunan demak yaitu Ratu Kalinyamat.

Saat sampai jepara, Raden Toyyib ingin melamar atau mencari kerja. Saat itu bertemu dengan Ratu Kalinyamat dan diterima di jepara tapi posisi hanya sebagai tukang kebun. Walau demikian Raden Toyyib merasa bahagia bisa bekerja di kadipaten.

Ketika Ratu Kalinyamat memimpin Jepara, Ratu Kalinyamat masih gadis dan belum punya suami. Ratu ingin punya suami yang sesuai dengan kedudukan atau jabatan. Walaupun tidak dari orang kaya tapi yang nantinya bisa menyesuaikannya. Banyak sekali yang ingin melamarnya. Namun tak ada satupun yang diterima, setelah melihat ternyata yang melamarnya tidak didasari dari hati nurani tapi karena nafsu yaitu ingin menikmati kecantikan Ratu Kalinyamat. Sehingga lama kelamaan merasa ada satu pemuda yang cocok dalam dirinya namun belum tahu siapa pemuda itu. Lalu ratu kalinyamat menyuruh para pengawal untuk mencari siapa pemuda itu.

Sampai pada suatu hari salah satu pengawalnya melihat ada seorang pemuda sedang melaksanakan sholat dhuha atau sholat tahajjud (sholat malam) dan orang itu adalah Raden Toyyib. Lalu Raden Toyyib ditanya oleh pengawal, “Siapa namamu?, Asalnya dari mana?, Pekerjaanmu apa?”. Saat itu Raden Toyyib belum mengaku, beliau hanya mengaku “Saya toyyib, saya dari Aceh, saya disini bekerja sebagai tukang kebun”. Pengawal itu bernaya terus menerus sampai Raden Toyyib mengaku. Sampai terbongkarlah bahwa dia itu adalah seorang anak mahkota, dia seorang raja yang tinggal di istana dan seorang ulama besar disana. Justru kalau beliau dijadikan sebagai tukang kebun disana malah bangga. Raden Toyyib juga memperdalam ilmu tasawauf. Orang yang bisa ilmu tasawuf orangnya senang menyembunyikan dari pada memamerkan. Buktinya sebelum keluarga dari keraton bangun, halaman keraton sudah bersih semua, sedangkan kalau keluarga keraton sedang bekerja raden toyyib pergi ke musholla untuk sholat, soalnya jangan sampai ada yang tahu bahwa yang membersihkan kebun adalah dirinya. Beliau sangat disiplin dalam bekerja.

Sehingga jatuhlah hati Ratu Kalinyamat pada pemuda dari Aceh itu. Lalu dilaksanakanlah pernikahan antara Ratu Kalinyamat dan Raden Toyyib. Sehingga berubahlah kedudukan Raden Toyyib yang dulunya sebagai tukang kebun menjadi seorang raja. Dengan perubahan itulah masyarakat memberi nama kepada beliau Sultan Hadirin. Namun ada juga yang mengenal beliau Sultan Mangklingan, karena beliau dimakamkan di desa Mangklingan Jepara.

Sultan Hadirin ketika menjadi suami Ratu Kalinyamat punya kekuasaan untuk memimpin rakyat atau membangun istana. Ketika membangun istana adipati jepara yang sekarang menjadi kompleks pemakaman Sultan Mangklingan atau Sultan Hadirin, beliau mengundang orang cina yang dulu menjadi ayah angkatnya yaitu Tje Wie Guan. Karena beliau adalah arsitektur bangunan terutama punya keahlian di bagian mengukir atau memahat. Maka saat Tje Wie Guan sampai di jepara. Dan masyarakat tahu kalau Tje Wie Guan punya keahlian mengukir maka masyarakat Jepara menyebutnya Sungging Badan Duwur.

Pernikahan Raden Toyyib dengan Ratu Kalinyamat lama tidak diberi keturunan. Lalu mereka bersepakat untuk mengangkat keponakannya dari Sultan Banten yang masih menantu dari Sultan Demak.

Saat mengangkat keponakannya, usia keponakannya belum dewasa sudah meninggal., jadi Sultan Hadirin dan Ratu Kalinyamat kesepian. Ratu Kalinyamat merasa sudah tidak bisa memberinya keturunan karena sudah tua yang ditandai dengan rambutnya yang memutih. Sebagai stri yang setia kepada suaminya, Ratu Kalinyamat menawarkan serta meminta Sultan Hadirin untuk menikah lagi. Untuk calon istrinya yang mencarikan bahkan melamarkan adalah Ratu Kalinyamat sendiri. Dan dipilihkanlah putri dari sunan kudus yang bernama Roro Prodobinabar

Saat Ratu Kalinyamat datang melamarkan suaminya untuk putri Sunan Kudus akhirnya ditrima dan terjadilah pernikahan dan di saat itulah ada kedekatan antara Sultan Hadirin dengan Sunan Kudus yaitu selain pernah menjadi santri dari Sunan Kudus juga menjadi menantu Sunan Kudus. Saat itu Sunan Kudus sudah tahu bahwa Sultan Hadirin adalah seorang ulama, maka Sunan Kudus meminta Sultan Hadirin supaya membantu menyebarkan agama islam di Kudus bagian selatan. Dengan perintah itulah Sultan Hadirin melaksanakan perintah dari guru juga sekaligus mertunya.

Akhirnya Sultan Hadirin memilih di desa Loran (dulu belum ada loram kulon dan loran wetan) karena pada waktu itu masyarakat desa Loram beragama Hindu-Budha. Sehingga menyebarkan agama denagn cara yang baik tanpa menimbulkan pertengkaran dengan membangun seperti pura. Itu adalah salah satu strategi Sultan Hadirin untuk menyebarkan ajaran Islam di Desa Loram, dengan dibangun bangunan itu agar masyarakat bisa tertarikingin datang ke masjid wali yang sekan-akan bahwa Sultan Hadirin juga mempunyai kepercayaan yang sama seperti mereka.

Beliau mendirikan masjid wali tahun 1596-1597 M. Masjid direnovasi tahun 90-an. Lalu dibangun serambi tahun 91 karena makin banyaknya jamaah terutama untuk jamaah sholat jumat dan sholat ‘Ied. Direnovasi lagi tahun 2011dibangun 2 lantai. Gapura direnovasi tahun 1996 karena keadaan gapura yang sudah miring sehingga harus direnovasi. Seperti yang diketahuibentuk gapura yang ada di masjid loram dengan di masjid menara hampira sama. Pembuatannya juga sama tidak menggunakan semen tapi konon menggunakan putih telur. Saat akan direnovasi (dibongkar) memang tidak ada terlihat adanya semen hanya seperti tumpukan batu bata. Dan saat direnovasi ini menggunakan sedikit semen dan batu bata yang dihaluskan dilapiskan secara tipis. [1]

b.      Sejarah mubeng Gapura

Dulu saat Sultan Hadirin berhasil mengislamkan Warga Loram dan masjid sudah ada serta menjadikan masjid loram sebagai pusat keagamaan yaitu selain untuk tempat ibadah sholat juga tempat untuk ibadah lain yaitu akad nikah. Karena pada zaman Rasulullah akad nikah berada di masjid, selain itu pada zaman dahulu belum ada KUA. Akad nikah dilaksanakan di masjid loram ini karena tempatnya berada di tengah-tengah kecamatan Jati, jadi yang dari bagian timur dan barat tidak akan kejauhan.

Saat masjid itu ditetapkan sebagai pusat keagamaan dan tempat untuk akad nikah, Sultan Hadirin memerintahkan kepada waga yang akan menikah untuk akad nikahnya dilaksanakan di masjid setelah itu mubeng atau kirab mengelilingi gapura. Tujuannya adalah :

1.      Supaya pasangan penganten yang sudah sah bisa disaksikan oleh orang yang ada di sekitar masjid terutama yang di dalam masjid.

2.      Supaya mendapatkan doa dari masyarakat sekitar masjid terutama orang di dalam masjid.

Sehingga dengan itulah menjadi tradisi bagi desa loram baik loram kulon maupun loram wetan, bahkan ada yang dari desa tetangga, luar desa, luar kota.

Menurut Ibu Marfu’ah, Itu sudah menjadi adat istiadat dari dulu, “dulu saya juga sama mubengi gapura”.Setiap orang yang dapat orang loram (kulon atau wetan) jadi kemanten (menikah) pasti mubeng. Dari cerita suami saya dulu Ada raja dan ratu datang ke loram kulon, pakaian raja dan ratu itu seperti pengantin, raja dan ratu itu datang membawa gajah 2, yang 1 diikat di dalam dekat di pohon tanjung tapi sekarang sudah tidak ada karena sudah ditebang, dan yang 1 diikat diluar. Lalu raja dan ratu itu mengelilingi gapura itu, lalu itu menjadi adat istiadat warga. Jadi setiap ada warga yang menikah disuruh untuk mubengi / mengelilingi gapura seperti yang dilakukan raja dan ratu tp sy tdk tau dari mana dan alasannya apa.

Yang mubeng adalah setiap orang yang pasangannya dari loram kulon atau wetan sampai keturunan anak cucunya, meski dia di jakarta, tapi ada keluarga besarnya dari loram pasti dia tetap mubengi atau mengeliling gapura. Meski itu hanya adat istiadat saja, tapi ada juga balak atau cobaan bagi yang tidak melakukannya entah nanti ban mobilnya bocor atau bahkan bisa turun ke anaknya.

Terkadang disini Sehari ada 5-6 penganting yang ingin mubeng gapura. Kalau ada 2 pengantin yang akan mengelilingi gapura, cara dengan bergantian setelah yang satu selesai sesama pengantin harus bersalaman pengenting perempuan dengan pengantin perempuan, pengantin laki-laki dengan pengantin laki-laki. Di setiap ada pengantin yang mubengi warga loram kulon banyak yang antusias melihat pengantin mubengi gapura dengan tujuan ikut mendokan pengentin agar menjadi keluarha yang sakinah. Tidak hanya pengantin dari desa loram saja yang yang mubengi gapura tapi juga ada dari luar desa loram juga, tapi kalau pengantin dari luar jarang sekali dari warga sekitar yang melihat karena dianggap sudah biasa.[2]

c.       Cara tradisi mubeng gapura

Dulu sebelum ada pengakuan dari dinas purbakala dan dinas pendidikan, kebudayaan dan pariwisata itu hanya sekedar mubeng tidak ada yang memandu. Kemudian dari tokoh-tokoh ada sesepuh kalau bisa setiap ada pegaten yang mubeng gapura da yang mandu, jangan sampai ada yang salah dari ketentuan.

Saat rombongan penganten datang di depan gapura turun dari kendaraa kalau dulu dari tradisi naik andong. Jalan ke barat menuju pintu gapura yang selatan di depan pintu yang sebelah selatan diarahkan untuk memasukkan uang ke dalam kas. Biasanya kalau tidak pandu yang memasukkan keluarganya, seharusnya yang memasukkan uang ke dalam kas adalah diantara penganten laki-laki atau perenpuan supaya sama-sama punya niat untuk amal jariyyah. Setelah memasukkan uang kemudian masuk ke masjid mengisi buku tamu untuk laporan pengunjung ke dinas kementrian pendidikan, kebudayaan dan pariwisata. Keudian biasanya foto di belakang pintu gapura kemudian keluar pintu gapura utara menuju ke depan pintu gapura. Untuk pasangan pengantin dan keluarga untu sejenak menghadap ke pintu gapura. Lalu diberi nasihat :

1.      Niat nikah adalah untuk ibadah supaya menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warohmah

2.      Mubengi gapuranya cukup satu kali saja, namun kalau ingin 7 kali silahkan

3.      Membaca doa bersama.[3]

Biasanya pengantin loram setelah selesai mubeng/kirab gapura, pengantin diberi minum air putih yang sudah di doakan. Dan yang memberi minum harus keluarganya yang masih punya suami atau istri tidak boleh yang sudah duda atau janda. Karena khawatir nanti akan menular pada pengantinnya.[4]

d.      Nilai-nilai pendidikan Islam

Nilai-nilai pendidikan islam yang dapat diambil dari tradiri mubeng atau kira pengantin di desa Loram adalah :

1.    Supaya tidak ada fitnah. Pengantin yang melaksanakan adat mubeng/kirab gapura banyak warga sekitar yang melihat, jadi masyarakat tahu bahwa pasangan pengantin itu sudah sah menjadi suami istri.

2.    Banyak doa dari masyarakat sekitar. Banyak warga sekitar yang mendoakan pasangan pengantin agar menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warahmah

3.    Niat atau mengajarkan amal jariyah. Saat memasukka uang ke dalam kas masjid.



by. Muhimmatul Husna/Alhusna.menara03@gmail.com



[1] Wawancara Bapak Afroh Amanudin, Juru Kunci masjid  wali Loram, 13/05/2015, jam 09:00, di serambi masjid
[2] Wawancara Ibu Marfu’ah, sesepuh, 13/05/2015, jam 08:00, rumah ibu marfu’ah
[3] Wawancara Bapak Afroh Amanudin, Juru Kunci masjid  wali Loram, 13/05/2015, jam 09:00, di serambi masjid
[4] Wawancara Ibu Marfu’ah, sesepuh, 13/05/2015, jam 08:00, rumah ibu marfu’ah

No comments:

Post a Comment