Nilai-nilai
Pendidikan Islam pada Tradisi Pengantin Mubeng Gapura
a.
Sejarah
gapura dan masjid Wali di Loram
Pendiri
gapura dan masjid wali adalah Sultan Hadirin. Sultan Hadirin ( Raden Toyyib)
adalah putra dari Sultan Hayyat Syah dari Aceh. Saat ayahnya sudah tua dan
merasa sudah tidak mampu memimpin rakyatnya lagi maka kekuasaan diberikan anak
tertuanya yaitu Raden Toyyib. Pada saat kekuasaan Sultan Hayyat Syah diberikan
kepada putranya Raden Toyyib, adiknya (Raden Taqyin) iri dengan kakaknya. Tapi
karena Raden Toyyib tidak suka dengan pertengkaran apalagi dengan saudaranya
sendiri hanya karena jabatan, maka Raden Toyyib memberikan kekuasaannya
sepenuhnya kepada adiknya yaitu Raden Taqyin.
Sedangkan Raden Toyyib lebih memilih mengikuti pendiriannya sendiri
yaitu ingin memperdalam ilmunya sehingga Raden Toyyib pergi merantau mencari
pengalaman untuk memperbanyak ilmu sampailah ke Tiongkok Cina tepatnya di daerah Campa, yang pada waktu itu sudah menjadi kerajaan islam di Cina.
pengalaman untuk memperbanyak ilmu sampailah ke Tiongkok Cina tepatnya di daerah Campa, yang pada waktu itu sudah menjadi kerajaan islam di Cina.
Di
sana beliau bertemu seorang tokoh agama sekaligus pemimpin yang bernama Tje Wie
Guan. Disana raden toyyib dijadikan sebagai anak angkat dari Tje Wie Guan. Lalu
terjadilah hubungan dekat antara Raden Toyyib dan Tje Wie Guan sebagai anak
angkat dan ayah angkat.
Ketika
Raden Toyyib merasa sudah lama di campa dan merasa sudah cukup dalam
memperdalam ilmu, beliau ingin kembali ke tempat kelahirannya, maka beliau
berangkat ke Aceh. Namun beliau cuman sebentar, setelah itu Raden Toyyib
merantau lagi sampai ke pesisir Jawa tepatnya di daerah Jepara untuk mencari
penglaman. Pada waktu jepara masih menjadi Kadipaten belum Kabupaten yang
dipimpinoleh seorang Adipati. Dinamakan adipati karena pada saat itu Jepara
masih menjadi wilayah wiroro demak yang dikepercayakan oleh keturunan demak
yaitu Ratu Kalinyamat.
Saat
sampai jepara, Raden Toyyib ingin melamar atau mencari kerja. Saat itu bertemu
dengan Ratu Kalinyamat dan diterima di jepara tapi posisi hanya sebagai tukang
kebun. Walau demikian Raden Toyyib merasa bahagia bisa bekerja di kadipaten.
Ketika
Ratu Kalinyamat memimpin Jepara, Ratu Kalinyamat masih gadis dan belum punya
suami. Ratu ingin punya suami yang sesuai dengan kedudukan atau jabatan.
Walaupun tidak dari orang kaya tapi yang nantinya bisa menyesuaikannya. Banyak
sekali yang ingin melamarnya. Namun tak ada satupun yang diterima, setelah
melihat ternyata yang melamarnya tidak didasari dari hati nurani tapi karena
nafsu yaitu ingin menikmati kecantikan Ratu Kalinyamat. Sehingga lama kelamaan
merasa ada satu pemuda yang cocok dalam dirinya namun belum tahu siapa pemuda
itu. Lalu ratu kalinyamat menyuruh para pengawal untuk mencari siapa pemuda itu.
Sampai
pada suatu hari salah satu pengawalnya melihat ada seorang pemuda sedang
melaksanakan sholat dhuha atau sholat tahajjud (sholat malam) dan orang itu
adalah Raden Toyyib. Lalu Raden Toyyib ditanya oleh pengawal, “Siapa namamu?,
Asalnya dari mana?, Pekerjaanmu apa?”. Saat itu Raden Toyyib belum mengaku,
beliau hanya mengaku “Saya toyyib, saya dari Aceh, saya disini bekerja sebagai
tukang kebun”. Pengawal itu bernaya terus menerus sampai Raden Toyyib mengaku.
Sampai terbongkarlah bahwa dia itu adalah seorang anak mahkota, dia seorang
raja yang tinggal di istana dan seorang ulama besar disana. Justru kalau beliau
dijadikan sebagai tukang kebun disana malah bangga. Raden Toyyib juga
memperdalam ilmu tasawauf. Orang yang bisa ilmu tasawuf orangnya senang
menyembunyikan dari pada memamerkan. Buktinya sebelum keluarga dari keraton
bangun, halaman keraton sudah bersih semua, sedangkan kalau keluarga keraton
sedang bekerja raden toyyib pergi ke musholla untuk sholat, soalnya jangan
sampai ada yang tahu bahwa yang membersihkan kebun adalah dirinya. Beliau
sangat disiplin dalam bekerja.
Sehingga
jatuhlah hati Ratu Kalinyamat pada pemuda dari Aceh itu. Lalu dilaksanakanlah
pernikahan antara Ratu Kalinyamat dan Raden Toyyib. Sehingga berubahlah
kedudukan Raden Toyyib yang dulunya sebagai tukang kebun menjadi seorang raja.
Dengan perubahan itulah masyarakat memberi nama kepada beliau Sultan Hadirin.
Namun ada juga yang mengenal beliau Sultan Mangklingan, karena beliau
dimakamkan di desa Mangklingan Jepara.
Sultan
Hadirin ketika menjadi suami Ratu Kalinyamat punya kekuasaan untuk memimpin
rakyat atau membangun istana. Ketika membangun istana adipati jepara yang
sekarang menjadi kompleks pemakaman Sultan Mangklingan atau Sultan Hadirin,
beliau mengundang orang cina yang dulu menjadi ayah angkatnya yaitu Tje Wie
Guan. Karena beliau adalah arsitektur bangunan terutama punya keahlian di
bagian mengukir atau memahat. Maka saat Tje Wie Guan sampai di jepara. Dan
masyarakat tahu kalau Tje Wie Guan punya keahlian mengukir maka masyarakat
Jepara menyebutnya Sungging Badan Duwur.
Pernikahan
Raden Toyyib dengan Ratu Kalinyamat lama tidak diberi keturunan. Lalu mereka
bersepakat untuk mengangkat keponakannya dari Sultan Banten yang masih menantu
dari Sultan Demak.
Saat
mengangkat keponakannya, usia keponakannya belum dewasa sudah meninggal., jadi
Sultan Hadirin dan Ratu Kalinyamat kesepian. Ratu Kalinyamat merasa sudah tidak
bisa memberinya keturunan karena sudah tua yang ditandai dengan rambutnya yang
memutih. Sebagai stri yang setia kepada suaminya, Ratu Kalinyamat menawarkan
serta meminta Sultan Hadirin untuk menikah lagi. Untuk calon istrinya yang
mencarikan bahkan melamarkan adalah Ratu Kalinyamat sendiri. Dan dipilihkanlah
putri dari sunan kudus yang bernama Roro Prodobinabar
Saat
Ratu Kalinyamat datang melamarkan suaminya untuk putri Sunan Kudus akhirnya
ditrima dan terjadilah pernikahan dan di saat itulah ada kedekatan antara
Sultan Hadirin dengan Sunan Kudus yaitu selain pernah menjadi santri dari Sunan
Kudus juga menjadi menantu Sunan Kudus. Saat itu Sunan Kudus sudah tahu bahwa
Sultan Hadirin adalah seorang ulama, maka Sunan Kudus meminta Sultan Hadirin
supaya membantu menyebarkan agama islam di Kudus bagian selatan. Dengan
perintah itulah Sultan Hadirin melaksanakan perintah dari guru juga sekaligus
mertunya.
Akhirnya
Sultan Hadirin memilih di desa Loran (dulu belum ada loram kulon dan loran
wetan) karena pada waktu itu masyarakat desa Loram beragama Hindu-Budha.
Sehingga menyebarkan agama denagn cara yang baik tanpa menimbulkan pertengkaran
dengan membangun seperti pura. Itu adalah salah satu strategi Sultan Hadirin
untuk menyebarkan ajaran Islam di Desa Loram, dengan dibangun bangunan itu agar
masyarakat bisa tertarikingin datang ke masjid wali yang sekan-akan bahwa Sultan
Hadirin juga mempunyai kepercayaan yang sama seperti mereka.
Beliau
mendirikan masjid wali tahun 1596-1597 M. Masjid direnovasi tahun 90-an. Lalu
dibangun serambi tahun 91 karena makin banyaknya jamaah terutama untuk jamaah
sholat jumat dan sholat ‘Ied. Direnovasi lagi tahun 2011dibangun 2 lantai.
Gapura direnovasi tahun 1996 karena keadaan gapura yang sudah miring sehingga
harus direnovasi. Seperti yang diketahuibentuk gapura yang ada di masjid loram
dengan di masjid menara hampira sama. Pembuatannya juga sama tidak menggunakan
semen tapi konon menggunakan putih telur. Saat akan direnovasi (dibongkar)
memang tidak ada terlihat adanya semen hanya seperti tumpukan batu bata. Dan
saat direnovasi ini menggunakan sedikit semen dan batu bata yang dihaluskan dilapiskan
secara tipis. [1]
b.
Sejarah
mubeng Gapura
Dulu
saat Sultan Hadirin berhasil mengislamkan Warga Loram dan masjid sudah ada
serta menjadikan masjid loram sebagai pusat keagamaan yaitu selain untuk tempat
ibadah sholat juga tempat untuk ibadah lain yaitu akad nikah. Karena pada zaman
Rasulullah akad nikah berada di masjid, selain itu pada zaman dahulu belum ada
KUA. Akad nikah dilaksanakan di masjid loram ini karena tempatnya berada di
tengah-tengah kecamatan Jati, jadi yang dari bagian timur dan barat tidak akan
kejauhan.
Saat
masjid itu ditetapkan sebagai pusat keagamaan dan tempat untuk akad nikah,
Sultan Hadirin memerintahkan kepada waga yang akan menikah untuk akad nikahnya
dilaksanakan di masjid setelah itu mubeng atau kirab mengelilingi gapura. Tujuannya
adalah :
1. Supaya pasangan penganten yang sudah sah
bisa disaksikan oleh orang yang ada di sekitar masjid terutama yang di dalam
masjid.
2. Supaya mendapatkan doa dari masyarakat
sekitar masjid terutama orang di dalam masjid.
Sehingga
dengan itulah menjadi tradisi bagi desa loram baik loram kulon maupun loram
wetan, bahkan ada yang dari desa tetangga, luar desa, luar kota.
Menurut
Ibu Marfu’ah, Itu sudah menjadi adat istiadat dari dulu, “dulu saya juga sama
mubengi gapura”.Setiap orang yang dapat orang loram (kulon atau wetan) jadi
kemanten (menikah) pasti mubeng. Dari cerita suami saya dulu Ada raja dan ratu
datang ke loram kulon, pakaian raja dan ratu itu seperti pengantin, raja dan
ratu itu datang membawa gajah 2, yang 1 diikat di dalam dekat di pohon tanjung
tapi sekarang sudah tidak ada karena sudah ditebang, dan yang 1 diikat diluar.
Lalu raja dan ratu itu mengelilingi gapura itu, lalu itu menjadi adat istiadat
warga. Jadi setiap ada warga yang menikah disuruh untuk mubengi / mengelilingi
gapura seperti yang dilakukan raja dan ratu tp sy tdk tau dari mana dan
alasannya apa.
Yang
mubeng adalah setiap orang yang pasangannya dari loram kulon atau wetan sampai
keturunan anak cucunya, meski dia di jakarta, tapi ada keluarga besarnya dari
loram pasti dia tetap mubengi atau mengeliling gapura. Meski itu hanya adat
istiadat saja, tapi ada juga balak atau cobaan bagi yang tidak melakukannya
entah nanti ban mobilnya bocor atau bahkan bisa turun ke anaknya.
Terkadang
disini Sehari ada 5-6 penganting yang ingin mubeng gapura. Kalau ada 2
pengantin yang akan mengelilingi gapura, cara dengan bergantian setelah yang
satu selesai sesama pengantin harus bersalaman pengenting perempuan dengan
pengantin perempuan, pengantin laki-laki dengan pengantin laki-laki. Di setiap
ada pengantin yang mubengi warga loram kulon banyak yang antusias melihat
pengantin mubengi gapura dengan tujuan ikut mendokan pengentin agar menjadi
keluarha yang sakinah. Tidak hanya pengantin dari desa loram saja yang yang
mubengi gapura tapi juga ada dari luar desa loram juga, tapi kalau pengantin
dari luar jarang sekali dari warga sekitar yang melihat karena dianggap sudah
biasa.[2]
c. Cara tradisi mubeng gapura
Dulu
sebelum ada pengakuan dari dinas purbakala dan dinas pendidikan, kebudayaan dan
pariwisata itu hanya sekedar mubeng tidak ada yang memandu. Kemudian dari
tokoh-tokoh ada sesepuh kalau bisa setiap ada pegaten yang mubeng gapura da
yang mandu, jangan sampai ada yang salah dari ketentuan.
Saat
rombongan penganten datang di depan gapura turun dari kendaraa kalau dulu dari
tradisi naik andong. Jalan ke barat menuju pintu gapura yang selatan di depan
pintu yang sebelah selatan diarahkan untuk memasukkan uang ke dalam kas.
Biasanya kalau tidak pandu yang memasukkan keluarganya, seharusnya yang
memasukkan uang ke dalam kas adalah diantara penganten laki-laki atau perenpuan
supaya sama-sama punya niat untuk amal jariyyah. Setelah memasukkan uang
kemudian masuk ke masjid mengisi buku tamu untuk laporan pengunjung ke dinas
kementrian pendidikan, kebudayaan dan pariwisata. Keudian biasanya foto di
belakang pintu gapura kemudian keluar pintu gapura utara menuju ke depan pintu gapura.
Untuk pasangan pengantin dan keluarga untu sejenak menghadap ke pintu gapura.
Lalu diberi nasihat :
1. Niat nikah adalah untuk ibadah supaya
menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warohmah
2. Mubengi gapuranya cukup satu kali saja,
namun kalau ingin 7 kali silahkan
3. Membaca doa bersama.[3]
Biasanya
pengantin loram setelah selesai mubeng/kirab gapura, pengantin diberi minum air
putih yang sudah di doakan. Dan yang memberi minum harus keluarganya yang masih
punya suami atau istri tidak boleh yang sudah duda atau janda. Karena khawatir
nanti akan menular pada pengantinnya.[4]
d.
Nilai-nilai
pendidikan Islam
Nilai-nilai
pendidikan islam yang dapat diambil dari tradiri mubeng atau kira pengantin di
desa Loram adalah :
1. Supaya tidak ada fitnah. Pengantin yang
melaksanakan adat mubeng/kirab gapura banyak warga sekitar yang melihat, jadi
masyarakat tahu bahwa pasangan pengantin itu sudah sah menjadi suami istri.
2. Banyak doa dari masyarakat sekitar.
Banyak warga sekitar yang mendoakan pasangan pengantin agar menjadi keluarga yang
sakinah mawaddah warahmah
3. Niat atau mengajarkan amal jariyah. Saat
memasukka uang ke dalam kas masjid.
[1] Wawancara Bapak Afroh Amanudin, Juru Kunci masjid wali Loram, 13/05/2015, jam 09:00, di serambi
masjid
[2] Wawancara Ibu Marfu’ah, sesepuh, 13/05/2015, jam 08:00, rumah ibu
marfu’ah
[3] Wawancara Bapak Afroh Amanudin, Juru Kunci masjid wali Loram, 13/05/2015, jam 09:00, di serambi
masjid
[4] Wawancara Ibu Marfu’ah, sesepuh, 13/05/2015, jam 08:00, rumah ibu
marfu’ah
No comments:
Post a Comment