Wednesday, November 25, 2015

MAKALAH METODE FILSAFAT

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Filsafat bermula dari kata Philos dan Sophia yang berarti gandrung akan kebenaran. Ciri kegandrungan adalah adanya upaya yang tak kenal menyerah untuk mengejar sesuatu yang di gandrungi itu. Demikianlah halya bila gandrung dengan kebenaran.
Filsafat sering disebut sebagai induk dari sembarang ilmu. Adapun dalam terminology sederhana, filsafat adalah berfikir. Tapi tidak sembarang berfikir. Melainkan diikat oleh tiga cirri, yaitu sistematis, radikal, dan universal. Supaya sistematis perlu adanya disiplin dalam pendekatan, metode, cara dan alat tertentu.
Pendekatan adalah perspektif, yang menggambarkan posisi kita dalam kaitannya dengan suatu obyek. Sama-sama pergi ke Surabaya, seseorang yang berada di Banjarmasin dengan seseorang yang ada di Blitar, jelas memiliki pendekatan yang berbeda. Perbedaan pendekatan ini akan membedakan pula di dalam memilih metode atau jalan akan ditempuh. Selanjutnya, perbedaan metode akan membuat beda dalam memilih cara. Perbedaan pendekatan ini akan membedakan pula di dalam memilih metode atau jalan yang akan ditempuh.
Selanjutnya, perbedaan metode akan membuat beda dalam memilih cara. Perbedaan cara akan membuat beda pula dalam memilih alatnya.
Ia, yang dari Banjarmasin mau ke Surabaya mungkin akan memilih salah satu dari dua jalan yaitu laut atau udara. Kalu memilih jalan laut, mungkin dengan cara berenang, atau menumpangi kapal. Kalau ia menjatuhkan pilihan dengan cara menumpangi kapal, maka ia harus punya alatnya antara lain uang untuk membeli tiket. Sementara ia yang dari Blitar akan menempuh jalan yang berbeda. Bukan jalan laut tetapi jalan darat dengan segala pilihan cara dan alat yang berbeda pula.
Dengan demikian, metode yang digunakan untuk menempuh perjalanan ke Surabaya berbeda-beda, dan ada banyak cara tegantung darimana ia pergi. Maka dari itu, mari kita mempelajari metode filsafat dalam menentukan sesuatu pemikiran, seperti halnya kita mau menuju kemana dan darimana asal kita, maka akan menemukan banyak cara dan alat untuk sampai tujuan tersebut.
B.Pokok Masalah
1. Apa definisi Metode Filsafat?
2. Apa saja macam Metode Filsafat?
BAB II
WACANA
A. Metode Filsafat
Istilah metode berasal dari kata Yunani, methodos yang berarti apa yang ada di sebalik jalan atau cara. Kata methodos dari akar kata meta (di sebalik) dan hodos (jalan). Dalam konteks keilmuan, metode berarti cara atau prosedur atau jalan yang ditempuh dalam rangka mencapai kebenaran. Langkah-langkah itu harus dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah di hadapan akalbudi: runtut, logis-rasional, dan konsisten. Dengan metode dimaksudkan agar langkah-langkah pencarian kebenar-an ilmiah dapat dilaksanakan secara tertib dan terarah, sehingga dapat dicapai hasil optimal.[1]
Filsafat berasal dari kata Philos dan Sophia yang berarti mencintai kebijakan sebagai suatu ilmu memang berbeda dari ilmu-ilmu lain. Perbedaannya antara lain mengenai obyeknya, baik material maupun formal. Obyek materialnya adalah seluruh kenyataan baik yang diinderai maupun yang bisa dimengerti. Ilmu pengetahuan-ilmu pengetahuan lainnya juga membahas realitas, tetapi hanya sebagaian saja, satu bidang tertentu. Obyek formalnya yaitu sorotan terhadap obyek material sampai mendalam. Kalau mengambil terminology Scolastic, filsafat dirumuskan sebagai Scientia per ultimas causas atau pengetahuan melalui sebab-sebab terakhir. Karena itu jalan untuk mencapai kesana memang khusus dan itulah yang disebut sebagai metode filsafat.[2]
B. Macam-macam Metode Filsafat
Ada dua mecam dalam metode filsafat yang paling dasar, yakni Metode Umum dan Metode Khusus.
1.      Metode Umum
Ada dua pasang metode berpikir : Deduksi-Induksi dan Analisis-Sintesis.
a.      Metode Induksi
      Ialah suatu cara atau jalan yang dipakai untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dengan bertitik tolak dari pengamatan atas hal-hal atau masalah yang bersifat khusus, kemudian menarik kesimpulan yang bersifat umum.
      Penarikan kesimpulan secara umum itu adalah sebagai berikut: “Perunggu itu bila dipanaskan akan memuai, perak bila dipanaskan juga akan memuai, begitu pula emas dan jenis logam lainya, dengan demikian semua logam bila dipanaskan akan memuai pula.”
b.      Metode Deduksi
      Ialah suatu cara atau jalan yang dipakai untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah dengan bertitik tolak dari pengamatan atas hal-hal atas masalah yang bersifat umum, kemudian menarik kesimpulan yang bersifat kusus.
      Penarikan kesimpulan secara khusus itu adalah sebagai berikut: “Setiap manusia yang ada di dunia pasti suatu ketika akan mati, Si Ahmad adalah manusia, atas dasar ketentuan yang bersifat umum tadi karena Ahmad adalah manusia maka suatu ketika ia akan mati.”[3]


c.      Metode Analisis
      Adalah jalan yang dipakai untuk mendapatkan ilmu pengetahuan ilmiah dengan mengadakan pemerincian terhadap obyek yang diteliti. Metode analisis ini dapat diterapkan terhadap pengertian-pengertian yang bersifat apriori dan aposteriori. Makna apriori adalah sifat bahanya diperoleh tidak melalui atau tidak berupa pengalaman indrawi. Berarti, adanya hanya pikiran manusia. Misalnya dalam bentuk kontruksi-kontruksi pikiran atau bahkan dalam bentuk citra pikiran manusia. Makna aposteriori menunjukan pengertian-pengertian mengenai hal-hal yang ada dan sudah pernah dalam pengalaman manusia kususnya indrawi. Maksutnya merupakan pengertian-pengertian hal-hal yang dapet diserap oleh panca indra.
      Di dalam filsafat, analisis berarti pemerincian istilah-istilah atau pendapat-pendapat kedalam bagian-bagianya sedemikian rupa sehingga kita dapat melakukan pemeriksaan atas arti yang dikandungnya. Maksutnya ialah untuk memperoleh kejelasan arti yang sebenar-benarnya. Jika berusaha memahami sesuatu maka kita perlu kejelasan tentang arti yang ingin dipahami.
d.     Metode Sintesis           
      Adalah jalan yang dipakai untuk mendapakan ilmu pengetahuan ilmiah dengan cara mengumpulkan atau menggabungkan. Metode ini pula bararti cara penanganan terhadap obyek ilmiah tertentu dengan cara menggabungkan pengertian yang satu dengan pengertian yang lain, yang pada akhirnya dapat diperoleh pengetahuan yang sifatnya baru.
      Contoh apabila kita menggambarkan Ahmad pergi haji ke Mekah berarti, bahwa pada dasarnya baik pengertian yang berupa subyek maupun yang berupa predikat semua itu merupakan dapat ditangkap oleh indrawi dan dalam hal ini sesudah kita mengalaminya, misalnya kita melihat sendiri bahwa Si Ahmad pergi haji ke makkah.
      Maksud pokok metode sintesis adalah mengumpulkan semua pengetahuan yang dapat diperoleh untuk menyusun pandangan dunia. Sintesis merupakan usaha untuk mencari kesatuan dalam keberagaman.[4]
2.         Metode Khusus
Metode khusus ialah metode khas tiap-tiap ilmu atau kelompok ilmu. Pada dasarnya setiap ilmu atau kelompok ilmu memiliki metode khasnya masing-masing. Metode ini berkenaan dengan “operasi” atau kegiatan “riset” dalam ilmu bersangkutan.
Ada banyak metode khusus diantaranya adalah :
a.         Metode Kritis-dialektis. Socrates (470-399 SM), Plato (427-347 SM)
Socrates (470-399 SM) menganalisis objek-objek filsafatnya secara kritis dan dialektis. Berusaha menemukan jawaban yang mendasarkan tentang objek analisanya dengan pemeriksaan yang amat teliti dan terus-menerus. Ia menempatkan dirinya sebagai intelektual mid wife, yaitu orang yang memberi dorongan agar seseorang bisa melahirkan pengetahuannya yang tertimbun oleh pengetahuan semunya. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap orang tahu akan hakekat. Jadi Socrates menolong orang untuk melahirkan pengetahuan hakekat tersebut dengan jalan mengajak dialog yang dilakukan secara cermat. Dialog ini dilakukan dengan menarik, penuh humor, segar dan sederhana. Socrates mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tajam dan terarah. Lawan dialog  digiring kearah persoalan, makin lama makin mendalam kearah intinya.
Socrates  dalam hal ini bertindak sebagai bidan penolong sebuah proses kelahiran. Ia sebagai lawan dialog yang kritis dan menyenangkan, mengantar orang untuk menemukan kebenaran-kebenaran yang ada. Kemudian secara sitematis menyusun dalam suatu batasan pengertian yang mengandung nilai filosofis.
Plato (427-347 SM) meneruskan usaha gurunya, mengembangkan lebih lanjut metode Socrates. Dalam dialog Plato, orang dituntun untuk memahami hakekat objek dengan jalan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara kritis dan mencari rumusan jawaban yang benar.
Metode Socrates dan Plato ini disebut metode kritis, sebab proses yang terjadi dalam implikasinya adalah menjernihkan keyakinan-keyakinan orang. Meneliti apakan memiliki kosistensi intern atau tidak. Prinsip utama dalam metode kritis adalah perkembangan pemikiran dengan cara mempertemukan ide-ide, interplay antar ide. Sasarannya adalah yang umum atau batiniah. Akhir dari dialog kritis tersebut adalah perumusan definisi yang sudah merupakan suatu generalisasi.[5]
b.        Metode Intuitif.  plotinos (205-270) dan hendri bergson (1859-1941)
   Intuisi bisa berarti pengenalan terhadap sesuatu secara langsung atau kemampuan untuk memiliki pengetahuan segera dan langsung tentang sesuatu tanpa menggunakan rasio. Para filsuf yang menjadi pelopor ini adalah plotinos (205-270) dan hendri bergson (1859-1941).
            Plotinos mencoba menyusun suatu sintesa dari aneka unsure filsafat yunani. Ia sebenarnya dipengaruhi cukup kuat oleh pandangan Plato, karena itu ia disebut sebagai neoplatonisme, tetapi ia juga mengintegrasikan dengan filsafat Aristoteles. Semua cabang filsafat ia perhatikan kecuali politik.
            Soal yang ia hadapi adalah masalah religious. Ia termasuk seorang mistikus dan mempunyai pengalaman langsung dan pribadi akan rahasia ilahi. Hanya saja ia mengemas itu semua secara metafisis dan sistematis serta bukan berdasarkan wahyu. Metode filsafatnya intuitif atau mistis. Sikap kontemplatif ini meresapi seluruh metode berfilsafat pada Plotinus. Karna itu filsafatnya bukan hanya doktrin tetapi merupakan suatu cara hidup (way of  life). Hal ini dapat dibandingkan dengan suatu biara di mana ia dan teman-temannya menghayati suatu hidup religi yang mendalam.[6]
c.         Metode Skolastik. Thomas Aquinas (1225-1247)
Metode Skolastik dikembangkan oleh Thomas Aquinas (1225-1247). Juga disebut metode sintetis deduktif. Metode berpikir skolastik menunjukan persamaan dengan metode mengajar dalam bentuknya yang sistematis dan matang. Ada dua prinsip utama dalam metode sekolastik yaitu Lectio dan Disputatio.
Lectio adalah perkuliahan kritis, diambil teks-teks dari para pemikir besar yang berwibawa untuk dikaji. Biasanya diberi interpretasi dan komentar-komentar kritis. Dalam proses inilah bisa timbul objektifitas metodis yang sangat mendalam terhadap sumbangan otentik dari para pemikir besar.
Disputatio adalah suatu diskusi sistematis dan meliputi debat dialegtis yang sangat terarah. Bahannya adalah soal-soal yang ditemukan dalam teks atau persoalan-persoalan yang muncul dari teks tersebut. Bentuk perbincangan sangat terarah dan sistematis. Dosen mengajukan soal-soal yang problematis, kemudian keberatan-keberatan diajukan oleh seorang mahasiswa, dan seorang mahasiswa senior memberikan jawaban-jawaban. Kemudian kesimpulan determinatif kembali deberikan oleh dosen, kesimpulan ini merupakan jawaban-jawaban yang tepat atas persoalan dan keberatan-keberatan yang diajukan.
Dan dengan metode ini diharapkan terjadi proses kreatif, terbentuk sikap kritis serta kemampuan berpikir mandiri. Akhirnya akan lahir pemikiran-pemikiran filsafat.[7]
d.        Metode Geometris. Rene Descartes (1596-1650)
Rene Descartes (1596-1650) adalah pelopor filsafat modern yang berusaha melepaskan dari pengaruh filsafat klasik. Dalam metodenya Descartes mengintegrasikan logika, analisa geometris dan aljabar dengan menghindari kelemahannya. Metode ini membuat kombinasi dari pemahaman intuitif akan pemecahan soal dan uraian analitis. Mengembalikan soal itu kehal yang telah diketahui tetapi akan menghasilkan pengetian baru.
Descartes ingin mencari titik pangkal yang bersifat mutlak dari filsafat dengan menolak atau meragukan metode-metode dan pengetahuan lain secara prinsipel ia menghasilkan segala-galanya. Tapi keraguan ini adalah bersifat kritis.
Descartes banyak berpengaruh pada filsafat dan ilmu pengetahuan modern. Terutama usaha-usaha pembaharuannya, baik dalam pemikiran maupun metode ilmiah. Tapi juga banyak kritik ditujukan pada filsafat dan pembaharuannya.[8]
e.         Metode Transendental. Immanuel Kant (1724-1804)
Immanuel Kant (1724-1804) dalam filsafat mengembangkan metode kritis transcendental. Kant berpikir tentang unsur-unsur mana dalam pemikiran manusia yang berasal dari pengalaman dan unsur-unsur mana yang terdapat dalam rasio manusia. Ia melawan dogmatisme.
Kant tidak mau mendasarkan pandangannya kepada pengertian-pengertian yang telah ada. Harus ada pertanggung jawaban secara kritis. Kant mempertanyakan bagaimana pengenalan objektif itu mungkin. Harus diketahui secara jelas syarat-syarat kemungkinan adanya pengenalan dan batas-batas pengenalan itu.
Metodenya merupakan analisa criteria logis mengenai titik pangkal. Ada pengertian tertentu yang objektif sebagai titik tolak.
Analisa tersebut dibedakan dalam beberapa macam:
·  Analisa psikologis. Analisa ini merupakan penelitian proses atau jalan kegiatan yang factual. Prinsipnya adalah mencari daya dan potensi yang berperanan. Kemudian memperhatikan peningkatan taraf kegiatan, inferensi, asosiasi, proses belajar, dsb.
·  Analisa logis. Meneliti hubungan antara unsur-unsur isi pengertian satu sama lain.
·  Analisa ontologis. Meneliti realitas subjek dan objek menurut adanya.
·  Analisa kriteriologis. Meneliti relasi formal antara kegiatan subjek sejauh ia mengartikan dan menilai hal tertentu.
Dalam metode Kant juga dipergunakan keragu-raguan. Kant meragukan kemungkinan dan kompetensi metafisik. Metafisik tidak pernah menemukan metode ilmiah yang pasti untuk memecahkan problemnya.
Filsafat Kant disebut kritisisme. Metodenya bersifat kritik. Dia mulai dengan terlebih dahulu menyelidiki kemampuan dan batas-batas rasio. Kant memang seorang pembaharu dengan kritik-kritiknya. Ia membawa perubahan-perubahan tertentu dalam filsafat. Kant memberi alternatif metode yang relevan.
Metode ini bertitik tolak dari tepatnya pengertian tertentu dengan jalan analisis di selidiki syarat-syarat apriori  bagi pengertian demikian.[9]
f.          Metode Dialektika. George Wilhelm Friederich Hegel, (1770-1831)
Metode yang dikembangkan oleh Hegel (George Wilhelm Friederich Hegel, 1770-1831) disebut metode dialektis. Disebut demikian sebab jalan untuk memahami kenyataan adalah dengan mengikuti gerakan fikiran atau konsep. Metode teori dan sistem tidak dapat dipisahkan karena saling menentukan dan keduanya sama dengan kenyataan pula.
Menurut Hegel, struktur didalam pikiran adalah sama dengan proses genetis dalam kenyataan. Dengan syarat kita mulai berfikir secara benar, kita akan memahami kenyataan sebab dinamika dinamika fikiran kita akan terbawa.
Dialektis terjadi dalam langkah-langkah yang dinamakan tesis-antitesis-sintesis. Diungkapkan dalam tiga langkah: dua pengertian yang bertentangan, kemudian dipertemukan dalam suatu kesimpulan. Implikasinya adalah dengan  cara kita menentukan titik tolaknya lebih dulu. Kita ambil suatu pengertian atau konsep yang jelas dan paling pasti. Misalnya konsep tentang keadilan, kebebasan, kebaikan, dsb. Konsep tersebut dirumuskan secara jelas, kemudian diterangkan secara mendasar. Dalam proses pemikiran ini konsep yang jelas dan terbatas ini akan cair dan terbuka. Menjadi titik tegas dan hilang keterbatasannya.
Kemudian pikiran akan dibawa dalam langkah kedua yang berupa pengingkaran. Konsep atau pemikiran pertama akan membawa konsep yang menjadi lawannya. Timbullah pengertian ekstrim yang lain. Terjadilah penyangkalan terhadap pengertian pertama :
·  Kebebasan menimbulkan keharusan
·  Ada menimbulkan tiada
·  Absolute menimbulkan relative
·  Aktif menimbulkan pasif.
Konsep yang muncul dalam langkah kedua inipun akan mengalami perlakuan yang sama dalam langkah pertama. Dijelaskan, diuraikan, diterangkan, dan diekstrimkan. Kemudian konsep ini akan terbuka dan menuju konsep ketiga. Langkah ketiga ini merupakan pemahaman baru. Berujud pengingkaran terhadap pengingkaran.  Jadi selau dinamik.[10]
g.         Metode Analitika Bahasa. Ludwig Von Wittgenstein (1889-1951)
Menurut Ludwig Von Wittgenstein (1889-1951) filsafat adalah hanya merupakan metode Critique of Language. Analisa bahasa adalah metode netral. Tidak mengandaikan epistemology, metafisika, atau filsafat. Metode Wittgenstein mempunyai maksud positif dan negatif. Positif maksudnya bahasa sendirilah yang dijelaskan. Apakah memang dapat dikatakan dan bagaimanakah dapat dikatakan.
Segi positif diarahkan pada segi negatif dengan jalan positif mempunyai efek therapeutis (penyembuhan) terhadap kekeliuran dan kekacauan. Dengan ditampakkan jalan bahasa dan diperlihatkan sumber-sumber salah paham, orang akan terbuka untuk melihat hal-hal menurut adanya.bukan dengan mengajukan teori-teori, tidak dengan menetapkan peraturan bahasa dan juga bukan dengan membuktikan kesalahan ucapan-ucapan yang dipersoalkan.
Untuk menganalisa makna bahasa, Wittgenstein mempergunakan teknik-teknik khusus. Wittgenstein membedakan bahasa dalam unit-unit paling dasar ialah : sesuatu tata bahasa dan susunan  logis.
Dalam bahasa struktur logis dan struktur tata bahasa sering menimbulkan kesulitan. Dua ucapan yang mempunyai struktur tata bahasa sama, bisa berbeda menurut struktur logisnya. Wittgenstein mencontohkan kata ‘is’ dalam bahasa inggris bisa berarti sama dengan, bisa berarti ada.
Konsep nyata dan konsep formal berbeda. Orang sering terdorong untuk memakai konsep formal. Seakan-akan itu konsep nyata. Hal ini mengacaukan. Konsep formal hanya merupakan suatu nama, harus diisi dengan konsep nyata.
Teknik kedua adalah usaha menentukan bahasa ideal. Bahasa itu bersifat tepat dan logis. Titik tolaknya atom-atom logis yang paling sederhana. Bahasa mempunyai unit-unit dasariah yang bisa dijelaskan menurut struktur yang tepat.
Wittgenstein tidak memisahkan bahasa natural dan bahasa ideal secara tegas. Dan ia memakai beberapa teknik logis yang khas untuk menentukan hubungan intern antara ucapan-ucapan. Ia menyusun suatu jenjang kemungkinan benar salah.
Menurut Wittgenstein batas bahasa juga merupakan batas dunia. Kita hanya bisa bicara mengenai hal-hal didalam dunia dan didalam pikiran. Tidak dapat keluar dari bahasa dan dunia. Hal-hal yang dapat dibicarakan dalam bahasa adalah apa yang nyata didalam dunia. Tidak mungkin bicara hal-hal metafisis, logika psikologi, metafisika dianggap tidak punya makna. Benar dan salah tidak bisa dipertimbangkan.[11]
BAB III
PENUTUP
A.Analisa
  1. Makalah ini singkat yakni hanya sedikit pokok permasalahannya.
  2. Runtut dan sistematis, permasalahan mulai dari definisi ke bagian-bagian metode.
  3. Sedikit sulit untuk dipahami karena banyak bahasa yang harus ditafsirkan.
  4. Isi kurang lengkap, karena belum mengetahui secara utuh.
  5. Penyajian menarik, karena sistemtis dalam penyajiannya.
B.Kesimpulan
            Dari pembahasan makalah tersebut diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa, Para ahli piker (filosof) dalam melaksanakan pekerjaannya tidak berbeda dengan cara bekerjanya sebuah pabrik. Bekerjanya seorangahli piker (filosof) adalah berpikir, yaitu mengadakan kegiatan kefilsafatan, sedangkan bekerjanya sebuah pabrik menghasilkan proses produksi.
Metode dalam bidnag filsafat adalah sebagai berikut:
  1. Metode umum, meliputi : metode induksi- deduksi, metode analisis- sintesis, metode kulitatif- kuantitatif
  2. Metode khusus meliputi : metode krisis-dialektif, metode intuitif, dan masih banyak lagi.
Daftar Pustaka
Sutardjo A. Wiramihardja,2006, pengantar filsafat.PT.Refika Aditama.Bandung.
Sudarto,2002, metodologi penelitian  filsafat.PT  RajaGrafindo Persada.Jakarta.
Armada Riyanto,2004, pengantar filsafat :pendekatan sistematis.UMMpress.Malang.
Jan Hendrik Rapar,1996.Pengantar Filsafat.Kanisius.yogyakarta.
Anton Bakker,1990.Metodologi Penelitian Filsafat,Kanisius.Yogyakarta
Philip Febrian, Metode-metode filsafat. http://archepark.wordpress.com. 08/03/2014.

Indah Wahyyuni, metode filsafat. http://indaahwahyuni.blogspot.com.08/03/2014





[1] Philip Febrian, Metode-metode filsafat. http://archepark.wordpress.com. 08/03/2014.
[2] Sutardjo A. Wiramihardja,2006, pengantar filsafat.PT.Refika Aditama.Bandung.hlm 9.
[3] Anton Bakker,1990.Metodologi Penelitian Filsafat,Kanisius.Yogyakarta.
[4] Sudarto,2002, metodologi penelitian  filsafat.PT  RajaGrafindo Persada.Jakarta.hlm 43.
[5] Indah Wahyyuni, metode filsafat. http://indaahwahyuni.blogspot.com.08/03/2014
[6] Armada Riyanto,2004, pengantar filsafat :pendekatan sistematis.UMMpress.Malang.hlm 47.
[7] Ibid, 49
[8] Ibid, 50
[9] Jan Hendrik Rapar,1996.Pengantar Filsafat.Kanisius.yogyakarta.hlm 94
[10] Indah Wahyyuni, metode filsafat. http://indaahwahyuni.blogspot.com.08/03/2014
[11] Ibid,54

No comments:

Post a Comment