“ PAK PONJEN”
Kalian
mungkin pernah melihat atau mendengar tradisi “pak ponjen” yang dirayakan
masyarakat jawa tengah, terutama Jepara. Kata Pak ponjen artinya beruntung atau
bejo, kata lain ulo-ulo mandeng dari bahasa arabnya “aula-aula manda” (awal
mana, yang dulu mana). Pak ponjen merupakan tradisi pemgukuhan sekaligus sarana
pengakraban antar saudara. Selain itu pak ponjen juga merupakan bentuk rasa
syukur keluarga karena telah berhasil mengantarkan anak-anaknya ke jenjang
pernikahan anak bungsu (terakhir) sebagai tanda berakhirnya sebuah keluarga
menyelenggarakan perayaan akad nikah atau mantu.
Tradisi
menarik ini nasih tetap di ulir-ulir sebagai wahana ta’aruf dan hiburan melepas
kepenatan setelah berhari-hari berbagai kesibukan mempersiapkan segala sesuatu
jelang pernikahan, acara dibuka dengan doa bersama yang dipimpin oleh
pemuka agama, dilanjutkan berputar mengitari gentong atau paso berisi air dan ditutup tampah. Dengan dipandu pemuka adat, pasangan suami istri dari kakak tua memimpin adik-adiknya ( secara berurutan dumulai kakak kedua sampai terakhir) dan saling memegang ujung belakang baju saudaranya. Dibelakang pengantin (si bungsu), seorang ditunjuk sebagai pemuka adat membawa pecut laksana seorang kusir yang mengendalikan kereta kudanya, pada putaran kelima si pengantin menyepak gentong sampai pecah dan tumpah seluruh air yang berada didalamnya, lalu beras kuning disebarkan oleh pemuka adat beserta uang recehan ditaburkan untuk diperebutkan oleh penonton atau tetamu yang hadir.
pemuka agama, dilanjutkan berputar mengitari gentong atau paso berisi air dan ditutup tampah. Dengan dipandu pemuka adat, pasangan suami istri dari kakak tua memimpin adik-adiknya ( secara berurutan dumulai kakak kedua sampai terakhir) dan saling memegang ujung belakang baju saudaranya. Dibelakang pengantin (si bungsu), seorang ditunjuk sebagai pemuka adat membawa pecut laksana seorang kusir yang mengendalikan kereta kudanya, pada putaran kelima si pengantin menyepak gentong sampai pecah dan tumpah seluruh air yang berada didalamnya, lalu beras kuning disebarkan oleh pemuka adat beserta uang recehan ditaburkan untuk diperebutkan oleh penonton atau tetamu yang hadir.
Adegan
lucu mewarnai perebutan receh ini, kadang orang tua saling sodok, saling injak,
dan saling cakar, (secara tak sengaja) dengan anak kecil. Gelak canda, tawa
sesama yang hadir serasa menyiratkan kebahagiaan tak terhingga, tak ada
perbedaan miskin maupun kaya meski yang diperebutkan hanya berupa uang receh.
Arti
isi dari Pak Ponjen diantaranya :
Ø Kenapa harus
saling bergandengan?
Filsafatnya hubungan selalu erat, rukun, dan walau jauh tetap
terasa dihati
Ø Kenapa harus
berputar-putar?
Filsafatnya antara saudara wajib melindungi dan saling mendidik
atau memberi nasehat
Ø Kenapa harus di
pecuti atau cambuk?
· Cambuk pertama
: orang tua akan mencambuki anak-anaknya jika tidak taat kepada Allah
· Cambuk kedua :
orang tua akan mencambuki anak-anaknya jika tidak rukun dengan
saudara-saudaranya
· Cambuk ketiga :
orang tua akan mencambuki anak-anaknya jika anaknya tidak bekerja keras
· Cambuk keempat
: orang tua akan mencambuki anak-anaknya jika anak-anaknya tidak mendidik
anak-anaknya (cucu)
· Cambuk kelima
:orang tua akan mencambuki anak-anaknya jika anak-anaknya tidak rukun dengan
saudara-saudara istri atau suami
Ø Paso atau
gentong harus diisi dengan air penuh dan
di tutup dengan tampah, filsafatnya :agar rizkinya selalu penuh, ditutup denga
tampah agar bisa mengamankan dan digunakan dengan berguna dan hemat.
Ø Dipecah
filsafatnya : rizki harus di sedekahkan atau hatus berjiwa sosial
Ø Disana ada baca
sholawat agar seluruh keluarga mendapat barokah, syafaat dari kanjeng Nabi
Muhammad SAW dengan harapan selamat di dunia dan di akhirat.
Perpaduan
nilai Jawa-Islam Pak Ponjen adalah salah satu budaya jawa yang telah
beradaptasi dengan islam sebagai agama maoritas di Jawa. Karena sifat budaya
jawa yang terbuka untuk menerima unsure budaya lain dan lapangan budaya
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, maka tidak ada budaya yang dapat tumbuh
terlepas dari budaya lain. Namun sewaktu budaya jawa yang Animistis magis
bertemu dengan unsure budaya islam yang Sinkretis dan Islam yang puritan
menghasilkan jawa Islam yang Sinkretis dan islam yang puritan.
Dikalangan
jawa islam inilah tumbuh dan berkembangnya perpaduan budaya islam jawa yang
memiliki ciri luar budaya itu menggunakan simbol islam, tetapi ruh budayanya
adalah jawa sinkretis. Islam digambarkan sebagai wadah sedangkan isinya adalah
jawa. Dengan metode manut ilining banyu, konon para walisongo yang sangat
toleran dalam menyampaikan ajaran islam ditengah masyarakat jawa yang
sebelumnya telah memiliki keyakinan membiarkan adat istiadat jawa tetap hidup,
tetapi diberi warna keislaman seperti : bacaan mantra pada awal upacara pak
ponjen diganti dengan bacaan surat alfatihah, tahlil, tahmid, tasbih atau
kalimah thoyyibah, sesaji digantidengan selametan dan lain-lain.
· Nilai-Nilai
Pendidikan Islam :
Ø Keimanan
Ø Mempererat
kesaudaraan silaturrahim sesama saudara
Ø Sedekah
Ø Pendidikan
No comments:
Post a Comment