Monday, November 16, 2015

Filosofi Pendidikan Maulud Nabi Muhammad SAW Dalam Golok-Golok Mentok

Filosofi Pendidikan Maulud Nabi Muhammad SAW Dalam Golok-Golok Mentok

Golok-golok mentok merupakan tradisi para leluhur untuk menghormati kelahiran nabi Muhammad, golok-golok mentok semacam wadah terbuat dari anyaman bambu yang diisi dengan makan-makan atau jajan pasar .[1]
Golok dalam bahasa Jawa diartikan sebagai gaman, Sedangkan gaman itu tajam/ gaman sendiri sebagi bentuk filosofis dari pedeng karena bentuk senjata yang mirip dengan pedang pada masyarakat Jawa adalah golok itu sendiri meskipun ada banyak benda semisal itu celurit atau arit.
Sedangkan mentok dapat diartikan dada, jadi filosofi golok-golok mentok adalah harapan besar bagi umat islam agar mengimani atau memahami ajaran nabi setajam golok dan selalu tertanam kuat di dalam hati setiap orang. [2]
Pada zaman jahiliyah martabat perempuan
masih sangat rendah oleh karena itu anak perempuan seringkali dibunuh dan dianggap sebagai aib oleh keluarga apabila seorang istri melahirkan anak perempuan. Maka pada zaman itu kaum perempuan seperti halnya barang yang tidak ada gunanya, karena pada zaman jahiliyah tidak ada ikatan pernikahan dan perempuan seringkali menjadi salah satu barang rampasan perang.
Akan tetapi setelah nabi Muhammad dilahirkan dan diutus menjadi Rasul kaum perempuan sudah tidak lagi seperti pada zaman jahiliyah dulu. Oleh karena historis seperti itulah oleh orang-orang Jawa membuat tradisi golok-golok mentok yang isinya sebagai rasa syukur atas kelahiran nabi Muhammad yang telah membebaskan kaum permpuan dari belenggu jahiliyah
Umumnya golok-golok mentok adalah tradisi yang dilakukan oleh para prempuan dengan membawa keranjang yang terbuat dari anyaman bambu dan diisi dengan makanan atau jajan pasar. Pada saaat malam 12 Rabiul awal golok-golok mentok dibawa ke musolla, masjid atau langgar. “Golok-golok mentok dolanane wong wedok metitik metotok amin” seperti itulah doa atau nyayian yang mengiringi para perempuan yang membawa golok-golok mentok sebelum sampai di mushola, masjid atau langgar. Kemudian didoai oleh para sesepuh atau kyai desa setempat. [3]
“Golok-golok mentok merupakan tradisi di bulan maulud dan diperuntukkan bagi kaum perempuan, karena golok-golok mentok sebagai perlambangan bentuk rasa syukur atas lahirnya nabi Muhammad yang telah membawa kecerahan dari zaman jahiliyah menuju zaman Islamiyah.  Kaum prempuan pada zaman itu sering kali dibunuh, dan bulan maulud adalah kebebasan bagi kaum prempuan, karena nabi Muhammad lahir di bulan maulud. Karena itu bentuk rasa syukur oleh tradisi Jawa melalui golok-golok mentok”. [4]
Kebudayaan ini biasanya diikuti oleh anak-anak kecil yang rentan usianya Antara 5 sampai 12 tahun. Mereka biasanya mengikuti atau hanya ajakan lingkungan sekitar atau atas dasar perintah orang tua. Dari kebudayaan ini mereka diajarkan untuk lebih mencintai dan mensyukuri atas kelahiran Nabi Muhammad SAW.
   Selain itu ternyata kebudayaan ini memiliki beberapa peran terhadap pendidikan islami anak-anak sejak usia dini diantaranya adalah sebagai berikut :
1.    Pendidikan Ketrampilan
       Dari sini anak-anak dilatih ketrampilan dalam menata beberapa jajan dalam keranjang yang kecil dan menjaganya agar tetap utuh berceceran walaupun dibawa berkeliling . Dari situ dapat diambil makna filosofi bahwa dikemudian hari seorang manusia haruslah bisa menata hidupnya sesuai keadaan lingkungannya sekalipun hanya lingkungan kecil. Dan tetap kokoh mempertahankan nilai-nilai islami walaupun harus pergi jauh dari lingkungan tersebut.
2.    Pendidikan Sosial
Semua anak membawa jajan dan bentuk keranjang yang sama. Tak ada pembedaan Antara anak yang cukup berada maupun kurang berada. Disitulah anak diajarkan untuk hidup berdampingan rukun dengan lingkungan sekitar walaupun mereka memiliki kehidupan social material yang berbeda-beda.
3.    Pendidikan Apreasiasi
Golok-golok mentok merupakan ungkapan rasa syukur umat islam di Jawa khususnya di Kudus kepada Allah yang telah mengutus Nabi Muhammad SAW untuk menyalamatkan kesalamatan anak perempuan dari kebodohan umat jahiliyah. Dari sini selain anak diajak untuk lebih mencintai Allah dan Nabi Muhammad SAW, anak juga diajari untuk belajar menghargai atas apa yang telah diberikan orang lain kepada kita.
4.    Pedidikan Afektif (Tingkah laku)
Serangkain kegiatan dari golok-golok mentok anak diajarkan untuk menyenangi dan menyadari dengan ikhlas kebenaran ajaran agama Islam yang ia rasakan lalu menjadikannya sebagai “sistem nilai diri”. Kemudian, pada gilirannya ia menjadikan system nilai ini sebagai penuntun hidup baik di kala suka maupun duka. [5]

by. Siti Noor Wakhidah/sitinoorwakhidah@yahoo.co.id




[1] Sunahrowi dkk. 2010. Pengantar Ilmu Budaya. Yogyakarta: Pelangi Publishing.
[2] Hasil wawancara dengan HM.Noor Kholis SAg.MPdI Ketua Tanfidizah MWC NU Kaliwungu,  pada tanggal 20 Maret 2015.
[3] Hasil wawancara dengan KH.Ahmad Rajab, Syuriah NU Kaliwungu, pada tanggal 20 Maret 2015
[4] Hasi wawancara dengan KH.Harun Rosyid,  Syuriah NU Kaliwungu, pada tanggal 21 Maret 2015
[5] Syah,Muhibbin. 2014. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.

No comments:

Post a Comment