Tuesday, November 10, 2015

PENDIDIKAN ISLAM dalam TRADISI TOLAK BALAK RABU PUNGKASAN

PENDIDIKAN ISLAM dalam TRADISI TOLAK BALAK RABU PUNGKASAN

Sejarah dari adanya rabu pungkasan merupakan pemikiran dari orang-orang kasyaf. Orang-orang kasyaf merupakan orang yang mempunyai indera ke-enam atau mereka yang sudah berma’rifat. Ada juga pendapat lain yang menyebutkan sejarah dari adanya rabu pungkasan, menurut penuturannya rabu pungkasan adalah dawuh dari nabi dawuhnya seperti ini “اربى اعو اخرى شهرى نحس lalu diselidiki orang-orang ahli kasyaf bahwa Allah menurunkan balak sekitar 70.000 di akhir bulan shafar, dawuh tersebut hasil kasfi dari sebagian wali yang menyelidiki.[1] Diselidiki lewat muroqobah kepada Allah lalu terbuka jumlah balak. Menurut pendapat lain lagi imam Ahmad Dairabbi seorang aulia’ illah yang mendapat wangsit dari Allah, imam Dairabbi adalah
seorang sufi dan punya indera ke-enam, ia merupakan orang kasyaf. Imam dairabbi mengatakan ilham yang ia dapat, terdapat balak/ bahaya dibulan Shafar yang turun ke bumi dan Allah memerintahkan kita untuk berhati-hati. Shafar sendiri mempunyai arti kuning.[2]
Pengertian yang saya himpun mengenai rabu pungkasan adalah rabu terakhir di bulan shafar. Karena merupakan hari terakhir, orang jawa menyebutnya dengan rabu pungkasan karena berada di hari rabu terakhir di bulan shafar, ada juga yang menyebutnya dengan rabu wekasan.[3] Maksudnya yaitu wekas-wekas atau hati-hati karna ada banyak sekali balak yang diturunkan jadi disebut rabu wekasan atau hari rabu yang harus berhati-hati. Balak disini yang dimaksud adalah bahaya / musibah yang turun ke bumi. Balak merupakan bahasa jawa yang artinya bahaya. Disebut balak karena ketika sang kiai menerangkan pengertian ini agar mereka lebih mudah dipahami digunakan bahasa jawa. Jumlah balak yang turun diperkirakan oleh orang-orang kasyaf sekitar 70.000 bahaya / balak.
Dalam menghindarkan diri dari bahaya yang turun ke bumi, orang-orang kasyaf yang telah mendapat ilham bahwa ada suatu hari dimana Allah menurunkan banyak sekali bahaya, Allah juga menerangkan cara kita agar kita terhindar dari  bahaya yang turun ke bumi yang banyak sekali. Orang kasyaf telah menulisnya dalam kitab untuk melakukan beberapa ritual, yaitu shalat sunah lidaf’il balak, wiridan, menyembelih hewan dan menulis asma’ atau rajah[4]
Shalat sunah yang dimaksud adalah shalat sunah lidaf’il balak. Shalat dilakukan setelah shalat maghrib. Jumlah rakaat 2 rakaat, akan tetapi dari imam dairrabi atau imam suyuti berbeda pendapat. Dari imam Dairabbi shalat lalu wiridan saja kalau imam suyuti menyembelih hewan saja. Setelah shalat memohon diri pada Allah agar terhindar dari musibah yang telah diturunkanNya.[5]
Ritual/cara selanjutnya untuk menghindarkan diri dari musibah yang turun dengan menyembelih hewan. Dalam keterangan yang tertulis dalam kitab, hewan yang disembelih adalah hewan kambing dan sapi. Menurut imam Suyuti menyembelih sapi atau kambing ketika menyembelih ada doa tertentu yang dibacakan di depan sapi atau kambing, setelah di sembelih daging dibagikan dalam keadaan mentah atau matang.[6] Menurut keterangan yang sudah terkumpul tiap narasumber ada yang berbeda keterangannya, dalam doa ada yang dibacakan didepan kambing ada yang dibaca setelah shalat sunnah. Pada hakikatnya sama saja. Daging kambing yang sudah dipotong-potong dibagikan, baik mentah atau matang. Dari narasumber ada yang memberikan keterangan bahwa kulit kambing yang masih ada bulunya itu biasanya dibagikan sekalian kepada penduduk sekitar, dan penduduk biasanya kulit kambing tersebut digantung diatas pintu rumah atau dapur, digantung ditempat-tempat yang dikehendaki, tujuannya untuk menghindarkan keluarganya jauh dari balak/bahaya.[7]
Ritual menghindarkan diri dari bahaya juga dengan puasa, bersedekah seperti ayat Allah  اصدقه لدافع البلاء
Dan juga menulis tulisan arab diatas kertas lalu kertas itu dimasukkan ke tempat pemandian seperti sumur, bak mandi untuk airnya digunakan mandi. Dapat juga dimasukkan dalam air minum, dan air tersebut diminum. Ini bertujuan untuk menghindarkan diri dari bahaya yang diturunkan Allah kepada umat manusianya.[8] Kertas yang telah ditulis tersebut disebut dengan raja. Penulisan raja ada tata cara tersendiri dalam proses penulisannya. Penulis ini harus dalam keadaan suci. berikut contoh raja

Dari keterangan diatas nilai-nilai pendidikan islam yang terdapat dalam tradisi islam rabu pungkasan yang dapat kita ambil hikmahnya yaitu :
1.      Dengan begitu banyaknya bahaya yang turun ke bumi tentunya kita harus senantiasa bermuroqobah kepada Allah, mendekatkan diri kepada Allah agar bahaya-bahaya yang turun ke bumi tidak mencelakai kita.
2.      Kita harus percaya atas segala kekuasaan Allah
3.      Mengajarkan masyarakat untuk bershodaqoh, karena bershodaqoh itu menghindarkan diri dari bahaya
4.      Karena begitu banyaknya bahaya yang turun, maka dapat menambah keimanan kita terhadap Allah

Artikel ini bersumber wawancara penulis dengan 2 kiai, 2 guru ngaji, dan sesepuh desa di desa Karangrandu Pecangaan Jepara.

by.Anisatulhikmah1@gmail.com


[1] Hasil wawancara dengan K.H Miftah Abu pada tanggal 17 mei 2015 15:00 WIB
[2] Hasil wawancara dengan K.H Chasan Wifdi pada tanggal 17 mei 2015 21:00 WIB
[3] Hasil wawancara dengan kepala desa bapak H. Sahlan pada tanggal 30 April 2015 jam 10:00 WIB
[4] Hasil wawancara dengan bapak Masyhar pada tanggal 30 April 2015
[5] Hasil wawancara dengan H Chasan Wifdi pada tanggal 17 mei 2015 21:00 WIB
[6] Hasil wawancara dengan H Chasan Wifdi pada tanggal 17 mei 2015 21:00 WIB
[7] Hasil wawancara dengan bapak Mujahiddin pada tanggal 30 April 2015

No comments:

Post a Comment