PENDIDIKAN ISLAM dalam TRADISI
TOLAK BALAK RABU PUNGKASAN
Sejarah dari adanya
rabu pungkasan merupakan pemikiran dari orang-orang kasyaf. Orang-orang kasyaf
merupakan orang yang mempunyai indera ke-enam atau mereka yang sudah
berma’rifat. Ada juga pendapat lain yang menyebutkan sejarah dari adanya rabu
pungkasan, menurut penuturannya rabu pungkasan adalah dawuh dari nabi dawuhnya
seperti ini “اربى اعو اخرى شهرى نحس lalu diselidiki orang-orang ahli kasyaf
bahwa Allah menurunkan balak sekitar 70.000 di akhir bulan shafar, dawuh
tersebut hasil kasfi dari sebagian wali yang menyelidiki.[1]
Diselidiki lewat muroqobah kepada Allah lalu terbuka jumlah balak. Menurut pendapat
lain lagi imam Ahmad Dairabbi seorang aulia’ illah yang mendapat wangsit dari
Allah, imam Dairabbi adalah
seorang sufi dan punya indera ke-enam, ia merupakan orang kasyaf. Imam dairabbi mengatakan ilham yang ia dapat, terdapat balak/ bahaya dibulan Shafar yang turun ke bumi dan Allah memerintahkan kita untuk berhati-hati. Shafar sendiri mempunyai arti kuning.[2]
seorang sufi dan punya indera ke-enam, ia merupakan orang kasyaf. Imam dairabbi mengatakan ilham yang ia dapat, terdapat balak/ bahaya dibulan Shafar yang turun ke bumi dan Allah memerintahkan kita untuk berhati-hati. Shafar sendiri mempunyai arti kuning.[2]
Pengertian yang saya
himpun mengenai rabu pungkasan adalah rabu terakhir di bulan shafar. Karena
merupakan hari terakhir, orang jawa menyebutnya dengan rabu pungkasan karena
berada di hari rabu terakhir di bulan shafar, ada juga yang menyebutnya dengan
rabu wekasan.[3]
Maksudnya yaitu wekas-wekas atau hati-hati karna ada banyak sekali balak yang
diturunkan jadi disebut rabu wekasan atau hari rabu yang harus berhati-hati.
Balak disini yang dimaksud adalah bahaya / musibah yang turun ke bumi. Balak
merupakan bahasa jawa yang artinya bahaya. Disebut balak karena ketika sang
kiai menerangkan pengertian ini agar mereka lebih mudah dipahami digunakan
bahasa jawa. Jumlah balak yang turun diperkirakan oleh orang-orang kasyaf
sekitar 70.000 bahaya / balak.
Dalam menghindarkan
diri dari bahaya yang turun ke bumi, orang-orang kasyaf yang telah mendapat
ilham bahwa ada suatu hari dimana Allah menurunkan banyak sekali bahaya, Allah
juga menerangkan cara kita agar kita terhindar dari bahaya yang turun ke bumi yang banyak sekali.
Orang kasyaf telah menulisnya dalam kitab untuk melakukan beberapa ritual,
yaitu shalat sunah lidaf’il balak, wiridan, menyembelih hewan dan menulis asma’
atau rajah[4]
Shalat sunah yang
dimaksud adalah shalat sunah lidaf’il balak. Shalat dilakukan setelah shalat
maghrib. Jumlah rakaat 2 rakaat, akan tetapi dari imam dairrabi atau imam
suyuti berbeda pendapat. Dari imam Dairabbi shalat lalu wiridan saja kalau imam
suyuti menyembelih hewan saja. Setelah shalat memohon diri pada Allah agar
terhindar dari musibah yang telah diturunkanNya.[5]
Ritual/cara selanjutnya
untuk menghindarkan diri dari musibah yang turun dengan menyembelih hewan. Dalam
keterangan yang tertulis dalam kitab, hewan yang disembelih adalah hewan
kambing dan sapi. Menurut imam Suyuti menyembelih sapi atau kambing ketika
menyembelih ada doa tertentu yang dibacakan di depan sapi atau kambing, setelah
di sembelih daging dibagikan dalam keadaan mentah atau matang.[6]
Menurut keterangan yang sudah terkumpul tiap narasumber ada yang berbeda
keterangannya, dalam doa ada yang dibacakan didepan kambing ada yang dibaca
setelah shalat sunnah. Pada hakikatnya sama saja. Daging kambing yang sudah
dipotong-potong dibagikan, baik mentah atau matang. Dari narasumber ada yang
memberikan keterangan bahwa kulit kambing yang masih ada bulunya itu biasanya
dibagikan sekalian kepada penduduk sekitar, dan penduduk biasanya kulit kambing
tersebut digantung diatas pintu rumah atau dapur, digantung ditempat-tempat
yang dikehendaki, tujuannya untuk menghindarkan keluarganya jauh dari
balak/bahaya.[7]
Ritual menghindarkan
diri dari bahaya juga dengan puasa, bersedekah seperti ayat Allah اصدقه لدافع البلاء
Dan juga menulis
tulisan arab diatas kertas lalu kertas itu dimasukkan ke tempat pemandian
seperti sumur, bak mandi untuk airnya digunakan mandi. Dapat juga dimasukkan
dalam air minum, dan air tersebut diminum. Ini bertujuan untuk menghindarkan
diri dari bahaya yang diturunkan Allah kepada umat manusianya.[8]
Kertas yang telah ditulis tersebut disebut dengan raja. Penulisan raja
ada tata cara tersendiri dalam proses penulisannya. Penulis ini harus dalam
keadaan suci. berikut contoh raja
Dari keterangan diatas
nilai-nilai pendidikan islam yang terdapat dalam tradisi islam rabu pungkasan
yang dapat kita ambil hikmahnya yaitu :
1. Dengan
begitu banyaknya bahaya yang turun ke bumi tentunya kita harus senantiasa bermuroqobah
kepada Allah, mendekatkan diri kepada Allah agar bahaya-bahaya yang turun ke
bumi tidak mencelakai kita.
2. Kita
harus percaya atas segala kekuasaan Allah
3. Mengajarkan
masyarakat untuk bershodaqoh, karena bershodaqoh itu menghindarkan diri dari
bahaya
4. Karena
begitu banyaknya bahaya yang turun, maka dapat menambah keimanan kita terhadap
Allah
Artikel ini bersumber wawancara penulis
dengan 2 kiai, 2 guru ngaji, dan sesepuh desa di desa Karangrandu Pecangaan
Jepara.
by.Anisatulhikmah1@gmail.com
[1]
Hasil wawancara dengan K.H Miftah Abu pada tanggal 17 mei 2015 15:00 WIB
[2]
Hasil wawancara dengan K.H Chasan Wifdi pada tanggal 17 mei 2015 21:00 WIB
[3]
Hasil wawancara dengan kepala desa bapak H. Sahlan pada tanggal 30 April 2015
jam 10:00 WIB
[4]
Hasil wawancara dengan bapak Masyhar pada tanggal 30 April 2015
[5]
Hasil wawancara dengan H Chasan Wifdi pada tanggal 17 mei 2015 21:00 WIB
[6]
Hasil wawancara dengan H Chasan Wifdi pada tanggal 17 mei 2015 21:00 WIB
[7]
Hasil wawancara dengan bapak Mujahiddin pada tanggal 30 April 2015
No comments:
Post a Comment