PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Seorang anak kecil akan bertanya kepada
ibunya mengenai keberadaan Tuhan dengan pertanyaan yang bervariasi. Mulai dari
pertanyaan “Tuhan itu apa ?”, “Tuhan itu bagaimana ?”, “Tuhan itu ada dimana
?”, hingga pertanyaan “Apakah Tuhan itu sayang kepada umatnya atau tidak ?”.
Keberadaan Tuhan telah diakui hampir
seluruh umat manusia. Bahkan tidak hanya pertanyaan di atas, pertanyaan lain
mengenai siapakah pencipta alam semesta ini, siapa yang membuat matahari dapat
selalu bercahaya, langit dengan bulan dan bintang yang tidak jatuh sekalipun
tidak terdapat tiang penyangga, siapa yang membuat planet-planet tetap berjalan
teratur sesuai dengan jalurnya tanpa ada insiden tabrakan, dan masih banyak
pertanyaan lain yang pada ujungnya bermuara pada satu jawaban, yaitu Tuhan Dzat
Yang Maha Kuasa. Dzat yang kekuatannya melebihi kekuatan manusia terhebat di
dunia.
Studi mengenai ke-Tuhan-an pun membantah
kepercayaan para pengikut kelompok atheisme (golongan/kelompok yang tidak
percaya dengan adanya Tuhan). Berbagai hal yang terjadi di dunia ini sudah
menjadi
barang pasti merupakan campur tangan Tuhan. Sepintar dan sehebat apapun akal manusia belum mampu dan tidak akan mampu menyaingi kehebatan Tuhan.
barang pasti merupakan campur tangan Tuhan. Sepintar dan sehebat apapun akal manusia belum mampu dan tidak akan mampu menyaingi kehebatan Tuhan.
Namun, keberadaan Tuhan yang ghaib, tidak
mampu dilihat secara kasat mata, membuat sebagian besar manusia hanya sekedar
percaya. Berpikir sebentar dan apabila tidak mendapatkan jawaban memuaskan
mengenai keberadaan Tuhan, manusia akan dengan cepat melupakannya. Hanya
bermodal percaya adanya Tuhan sudah cukup bagi manusia awam, tanpa perlu
pusing-pusing mencari jawabannya.
Dalam sejarah, tentu sudah banyak para
ilmuwan yang mencoba mencari kebenaran dan eksistensi Tuhan. Mulai dari
dzat-nya, sifat-sifatnya, sampai hakikatnya. Dalam islam sendiri ilmu mengenai
ketuhanan dibahas dalam cabang ilmu tersendiri yaitu ilmu tauhid. Semua itu
tidaklah lepas dari pemikiran-pemikiran para ilmuwan mengenai Tuhan.
Pemakalah memilih tema mengenai filsafat
tentang ke-Tuhan-an adalah berdasarkan beberapa pertanyaan diatas yang
membutuhkan jawaban yang jelas. Yang salah satunya melalui pemikiran para
pemikir filsafat/filsuf-filsuf dan melalui ilmu filsafat mengenai ke-Tuhan-an.
B. POKOK MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas,
maka dapat dirumuskan rumusan masalah berikut :
1. Bagaimanakah pemikiran para tokoh filsafat
mengenai Tuhan ?
2. Apa sajakah istilah-istilah yang menyangkut
dengan filsafat ketuhanan ?
3. Bagaimanakah sifat, dan hakikat Tuhan dalam
islam ?
4. Bagaimana hubungan dan kensep Tuhan dengan
ilmu, terutama ilmu filsafat ?
PEMBAHASAN
A. PEMIKIRAN PARA TOKOH FILSAFAT TENTANG TUHAN
Berikut adalah pemikiran dan pendapat
beberapa tokoh filsafat tentang Tuhan :
1. Ludwig Wittgenstein
Tuhan adalah dzat transedental yang eksistensi-Nya melampaui seluruh
matra materi duniawi, Dia adalah mystic yang tidak pernah dapat diekspresikan
dengan bahasa duniawi. Namun demikian, percaya akan adanya Tuhan itu berarti
memahami berbagai persoalan makna kehidupan. Beriman kepada Tuhan juga berarti
memandang berbagai fakta duniawi ini bukanlah akhir dari segalanya, dan beriman
kepada Tuhan juga berarti memandang bahwa hidup ini sungguh mempunyai suatu
maksud dan tujuan yang bermakna.[1]
2. Al-Kindi
Tuhan adalah wujud yang hak. Ia ada dari semula dan ada untuk
selama-lamanya. Tuhan adalah wujud yang sempurna yang tidak didahului oleh
wujud lain. Wujudnya tidak berakhir dan tidak ada wujud selain daripada-Nya.
Tidak berserikat Dia. Mustahil Ia tidak ada.[2]
Sementara dalam versi lain, Tuhan adalah wujud yang hak (benar) yang
bukan asalnya tidak ada kemudian menjadi ada. Ia selalu mustahil tiada ada. Ia
selalu ada dan akan selalu ada. Oleh karenanya Tuhan adalah wujud sempurna yang
yang tidak didahului oleh wujud lain, tidak berakhir wujud-Nya dan tidak ada
wujud kecuali dengan-Nya.[3]
3.
Al-Farabi
Tuhan
Allah adalah wujud yang sempurna dan yang ada tanpa sebab suatu sebab, karena
kalau ada sebab bagi-Nya berarti ia tidak sempurna, sebab tergantung
kepada-Nya. Ia adalah wujud yang paling mulia dan yang paling dulu adanya.
Karena itu Tuhan adalah zat yang azali (tanpa permulaan) dan yang selalu ada.
Zatnya itu sendiri sudah cukup menjadi sebab bagi keabadian wujud-Nya.
Wujud-Nya tidak terdiri dari hule (matter ; benda) dan form (shurah), yaitu dua
bagian yang terdapat pada makhluk. Kalau sekiranya ia terdiri dari dua perkara
tersebut, tentunya akan terdapat susunan (bagian-bagian) pada Zat-Nya.[4]
4.
Aristoteles
Tuhan
sebagai ‘Aktualitas Abadi’ yang
menyebabkan perubahan dan merupakan ‘Aktualitas
Murni’ (Actus Purus) bukan benda material, karena jika penggerak pertama
sebagai benda material berarti dia sebagai subjek yang berubah, padahal dia
adalah ‘Penyebab Awal’ yang tidak
terciptakan dan bersifat abadi.[5]
B.
ISTILAH-ISTILAH TENTANG FILSAFAT KETUHANAN
Berikut ini adalah beberapa istilah yang menyangkut tentang
filsafat ketuhanan :
1.
Teodise
Adalah
pembenaran ajaran agama tentang kekuasaan dan aturan Tuhan yang menyangkut
masalah penderitaan dan adanya kejahatan dalam berbagai bentuk.
2.
Theisma
Theisma
mempercayai bahwa Theus (penamaan Tuhan dalam bahasa Yunani) itu ialah awal dan
akhir dari segala-galanya.
3.
Henotheism
Masing-masing
dewa memiliki kekuasaannya sendiri-sendiri, misalnya Dewa Matahari kekuasaannya
panas. Dewa hujan kekuasaannya air. Ketika musim kemarau orang memuja Dewa
Hujan. Untuk mengambil hatinya, dikatakanlah bahwa Dia-lah yang paling
berkuasa, bahkan satu-satunya Dewa. Ketika musim hujan yang panjang, orang
memrlukan Dewa Matahari. Dikatakan pula bahwa Dia-lah yang paling berkuasa,
bahkan satu-satunya Dewa.
4.
Ketuhanan Maha Tiga (Trinitheisma)
istilah
tersebut terkenal dalam agama Hindu dengan Trimurti, dalam agama nasrani
Trinitas atau Tritunggal. Trimurti lahir dari Politheisma. Dari sekian banyak
dewa, suatu ketika muncul tiga dewa yang dipandang paling berkuasa atau paling
diperlukan. Dalam agama Hindu Purana muncullah Brahman (Dewa yang mencipta), Wisynu
(Dewa yang memelihara ciptaan Brahman),
dan Syiwa (Dewa yang merusak,
melenyapkan apa yang dicipta Brahman
dan dipelihara oleh Wisynu).
5.
Monotheisma Murni
Tuhan
itu esa dalam jumlah, sifat dan perbuatan. Tuhan memiliki sifat satu-satunya,
tidak ada duanya. Tiap sifat yang ditemukan pada alam, bukan sifat Tuhan. Tiap
bentuk atau rupa yang ditemukan dalam alam (termasuk dalam alam imajinasi pikiran
manusia), bukan bentuk atau rupa Tuhan.[6]
C.
SIFAT DAN HAKIKAT TUHAN DALAM ISLAM
Keberadaan Tuhan telah diyakini oleh
sebagian besar umat manusia. Namun masih terdapat sekelompok kecil dari mereka
yang merasa Tuhan itu tidak ada. Dalam islam, bukti-bukti mengenai eksistensi
Tuhan telah disebutkan dalam Al-Qur’an. Diantaranya :
Ø Surat An-naziat 17-23 :
“Kamukah yang lebih sulit menciptakannya atau langit
yang dibangunnya ?” (27)
“Ditinggikan-Nya dan diatur-Nya dengan
sebaik-baiknya.”(28)
“Dan dijadikan-Nya malam gelap-gulita dan siang terang
cuaca.”(29)
“Dan bumi sesudah itu dikembangkan-Nya”(30)
“Dikeluarkan-Nya dari situ airnya dan padang
rumputnya”(31)
“Dan gunung-gunung diletakkan-Nya dengan teguh.”(32)
“Keperluan untukmu dan binatang ternakmu”(33)
Ø Surat Al-Ikhlash 1-4 :
“Katakanlah : Allah itu Esa.”(1)
“Allah itu tempat untuk meminta.”(2)
“Tiada beranak dan tiada diperanakkan (beribu-bapak).”
“Dan tiada seorang pun yang serupa dengan dia.”
Ø Al-An’am ayat 3 :
“Dan Dia Allah Penguasa di langit dan di bumi,
mengetahui rahasiamu dan yang kamu terangkan, dan mengetahui apa yang kamu
usahakan.”[7]
Al-Farabi, sebelum membicarakan tentang
hakikat Tuhan dan sifat-sifat-Nya, ia terlebih dahulu membagi wujud yang ada
menjadi dua bagian, yaitu :
1.
Wajibul wujud lighairihi. Yaitu wujud yang nyata
karena lainnya. Contohnya adalah wujud cahaya yang tidak akan ada kalau
sekiranya tidak ada matahari.
2.
Wajibul wujud li dzatihi. Yaitu wujud yang apabila diperkirakan
tidak ada, maka akan timbul kemuslihatan sama sekali. Kalau ia tidak ada, maka yang lima pun
tidak akan ada sama sekali. Ia adalah sebab Yang Pertama bagi semua wujud.
Wujud Yang Wajib tersebut dinamakan Tuhan (Allah).
Wujud Tuhan adalah wujud yang paling sempurna., karena wujud yang
sempurna itu, maka wujud tersebut tidak mungkin terdapat sama sekali pada
selain Tuhan, seperti halnya dengan sesuatu yang sempurna indahnya ialah
apabila tidak terdapat keindahan semacam itu pada lainnya atau dengan kata lain
Ia menyendiri dengan keindahan-Nya itu. Karena itu Tuhan adalah Esa dan tidak ada sekutu-Nya.[8]
Sifat-sifat Tuhan telah banyak disebutkan dalam cabang
ilmu tersendiri yaitu ilmu tauhid/ilmu Kalam. Terdapat 3 sifat bagi Allah,
yaitu : sifat wajib bagi Allah berjumlah 20, sifat Mustahil bagi Allah
berjumlah 20, dan sifat jaiz bagi Allah hanya 1. Sifat tersebut dalam filsafat
dikemukakan oleh Sanusi dengan sebutan Hukum Budi Yang Tiga.[9]
D. HUBUNGAN KONSEPSI TUHAN DENGAN ILMU FILSAFAT
Dalam islam, konsep ilmu tidak dapat
dipisahkan dari konsep Tuhan, karena semua ‘ilmuberasal dari-Nya. Ilmu-Nya
adalah absolute dan menyeluruh, mencakup yang tampak maupun yang tersembunyi.
Tuhan mengetahui segalanya, tidak ada yang tidak diketahui-Nya di dunia ini.
Dia adalah awal dan akhir dari segala pengetahuan.[10]
Filsafat dan agama memiliki ‘permainan’
yang berbeda dalam hal ketuhanan. Dalam perspektif filsafat, Tuhan merupakan ‘something
to be argued about’, sedangkan dalam perspektif agama Tuhan merupakan ‘something
to be sacrificed form’ yang tergambar di dalam segenap aktivitas
masyarakat.
Fungsi filsafat dalam kaitannya dengan
distingsi Ketuhanan adalah sebagai alat analisis konseptual yang terkandung di
dalam hal ihwal Ketuhanan. Melalui filsafat orang akan mengerti bahwa kata
Tuhan tidak hanya memiliki satu arti, melainkan bermacam-macam arti. Sebagai
contoh, ‘Allah-nya orang Arab sebelum Islam berbeda dengan ‘Allah-nya islam.
Perbedaan itu antara lain karena Allah-nya orang orang Arab memiliki
persekutuan dan anak yang semuanya minta dilayani dalam bentuk sajian dan
ketundukan dari manusia, sedangkan ‘Allah-nya’ Islam, sebagaimana yang terekam
singkat dalam al-Qur’an Surat al-ikhlash berada dalam pengertian paham
monotheisme murni, karena Tuhan dalam Islam dipahamkan sebagai Dzat Tunggal
yang tidak sebanding dengan apapun, Dzat yang tidak memerlukan persekutuan,
Dzat yang tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, Dia adalah awal dan akhir
dari segala harapan.[11]
E. ANALISIS
Tuhan adalah penguasa segala hal, tidak
hanya alam semesta yang bersifat dhohir, tetapi juga hal yang bersifat ghaib,
seperti halnya hati. Jika terdapat pertanyaan mengenai dimanakah tempat yang
tidak dapat diketahui oleh siapapun, maka jawabannya adalah tidak ada. Karena
Tuhan (Allah) akan selalu mengawasi makhluk-Nya.
Filsafat ketuhanan seperti menjawab
pertanyaan manusia mengenai Tuhannya. Filsafat ketuhanan juga memberi semacam
gambaran dan bukti-bukti, tidak sebatas bahwa Tuhan itu ada, tetapi juga bukti
bahwa eksistensi Tuhan tidak luput dari kehidupan. Beberapa tokoh filsafat pun
menjelaskan hingga pada sifat-sifat dan hakikatnya.
Namun, sebagaimana suatu hal pasti
mempunyai kekurangan, ilmu yang bersangkutan dengan Tuhan pun tidak dapat
dipelajari oleh semua orang dengan sukses sebagai tujuannya. Atau dapat
memahami tanpa mengganggu keimanan seseorang. Filsafat mengajak manusia untuk
berpikir, filsafat ketuhanan berarti berpikir mengenai ketuhanan. Tidak sedikit
manusia yang justru menjadi aneh, bahkan bisa dikatakan ‘gila’ setelah akalnya
tidak mampu menemukan jawaban memuaskan atas pertanyaannya tentang Tuhan.
Sebagaimana pula dzat Allah yang agung,
berbeda dengan makhluknya, dan maha segala-galanya, maka semakin manusia
berpikir tentang Tuhan, bagaimana wujudnya, bagaimana bentuknya, dimana
tempatnya, maka semakin manusia itu tidak mampu memikirkannya. Karena akal
manusia tidak akan mampu mencapai atau membayangkan bagaimana Tuhan.
PENUTUP
KESIMPULAN
A. Pemikiran para tokoh filsafat tentang Tuhan
disampaikan antara lain oleh Ludwig Wittgenstein, Al-Kindi, Al-Farabi, dan
Aristoteles. Masing-masing mengemukakan pendapatnya tentang Tuhan.
B. Dalam filsafat ketuhanan muncul pula
berbagai istilah-istilah mengenai ketuhanan, diantaranya : Teodise, Theisma,
Henotheism, Ketuhanan Maha Tiga (Trinitheisma), dan Monotheisma Murni.
C. Sifat dan Hakikat Tuhan dalam islam telah
tercantum dalam Al-Quran, selain itu salah satu filsuf, Al-Farabi mengemukakan
teori wujud yang terbagi menjadi dua, yaitu wajibul wujud lidzatihi dan wajibul
wujud lighairihi. Sifat Tuhan juga dijelaskan dalam cabang ilmu tersendiri
yaitu ilmu tauhid.
D. Segala ilmu berasal dari Allah. Termasuk
ilmu filsafat. Ilmu filsafat mempunyai hubungan dengan Tuhan karena Tuhan
termasuk salah satu objek yang dikaji dalam bab metafisika. Salah satu fungsi
filsafat dalam Ketuhanan adalah sebagai analisis konseptual.
DAFTAR PUSTAKA
Bernadien, Win Ushuluddin.2004.Ludwig
Wittgenstein : Pemikiran Ketuhanan dan Implikasinya Terhadap Kehidupan
Keagamaan di Era Modern. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Gazalba, Sidi. 1977. Sistematika
Filsafat, pengantar kepada: dunia filsafat, teori pengetahuan, metafisika,
teori nilai. Bulan Bintang: Jakarta.
Masruri, hadi dan Imron Rosyidi. 2007. Filsafat
Sains Dalam Al-Qur’an : Melacak Kerangka Dasar Integrasi Ilmu dan budaya.
UIN Press: Malang.
Musa, M. Yusuf. 1991. Al-Qur’an dan
Filsafat (Penuntun Mempelajari Filsafat Islam). PT. Tiara Wacana Yogya:
Yogyakarta.
Hanafi, Ahmad. 1996. Pengantar Filsafat
Islam. Bulan Bintang: Jakarta.
[1]Win Ushuluddin Bernadien, Ludwig
Wittgenstein : pemikiran ketuhanan & implikasinya terhadap kehidupan
keagamaan di era modern (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004).
[2]Sidi Gazalba, Sistematika filsafat :
pengantar kepada dunia filsafat, teori pengetahuan, metafisika, teori nilai
(Jakarta : Bulan Bintang, 1977), 326.
[3]Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam (Jakarta
:Bulan Bintang, 1990), 77.
[5] Win Ushuluddin Bernadien,Op. Cit.,
hal. 22.
[6] Sidi gazalba, Op. Cit., hal.
318-325.
[7]M.Yusuf Musa, Al-Qur’an dan Filsafat
(Penuntun mempelajari Filsafat Islam), (Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya,
1991), hal. 10-11.
[8]Ahmad Hanafi, Op. Cit., hal. 90.
[10]M. Hadi Masruri; Imron Rossidy, Filsafat
Sains dalam Al-Qur’an : melacak kerangka dasar integrasi ilmu dan budaya,
(Malang : UIN-Malang Press, 2007), hal. 38.
[11]Win Ushuluddin Bernadien, Op. cit., hal.
132-133.
No comments:
Post a Comment