Wednesday, September 24, 2014

MAKALAH FILSAFAT KETUHANAN



PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Seorang anak kecil akan bertanya kepada ibunya mengenai keberadaan Tuhan dengan pertanyaan yang bervariasi. Mulai dari pertanyaan “Tuhan itu apa ?”, “Tuhan itu bagaimana ?”, “Tuhan itu ada dimana ?”, hingga pertanyaan “Apakah Tuhan itu sayang kepada umatnya atau tidak ?”.
Keberadaan Tuhan telah diakui hampir seluruh umat manusia. Bahkan tidak hanya pertanyaan di atas, pertanyaan lain mengenai siapakah pencipta alam semesta ini, siapa yang membuat matahari dapat selalu bercahaya, langit dengan bulan dan bintang yang tidak jatuh sekalipun tidak terdapat tiang penyangga, siapa yang membuat planet-planet tetap berjalan teratur sesuai dengan jalurnya tanpa ada insiden tabrakan, dan masih banyak pertanyaan lain yang pada ujungnya bermuara pada satu jawaban, yaitu Tuhan Dzat Yang Maha Kuasa. Dzat yang kekuatannya melebihi kekuatan manusia terhebat di dunia.
Studi mengenai ke-Tuhan-an pun membantah kepercayaan para pengikut kelompok atheisme (golongan/kelompok yang tidak percaya dengan adanya Tuhan). Berbagai hal yang terjadi di dunia ini sudah menjadi
barang pasti merupakan campur tangan Tuhan. Sepintar dan sehebat apapun akal manusia belum mampu dan tidak akan mampu menyaingi kehebatan Tuhan.
Namun, keberadaan Tuhan yang ghaib, tidak mampu dilihat secara kasat mata, membuat sebagian besar manusia hanya sekedar percaya. Berpikir sebentar dan apabila tidak mendapatkan jawaban memuaskan mengenai keberadaan Tuhan, manusia akan dengan cepat melupakannya. Hanya bermodal percaya adanya Tuhan sudah cukup bagi manusia awam, tanpa perlu pusing-pusing mencari jawabannya.
Dalam sejarah, tentu sudah banyak para ilmuwan yang mencoba mencari kebenaran dan eksistensi Tuhan. Mulai dari dzat-nya, sifat-sifatnya, sampai hakikatnya. Dalam islam sendiri ilmu mengenai ketuhanan dibahas dalam cabang ilmu tersendiri yaitu ilmu tauhid. Semua itu tidaklah lepas dari pemikiran-pemikiran para ilmuwan mengenai Tuhan.
Pemakalah memilih tema mengenai filsafat tentang ke-Tuhan-an adalah berdasarkan beberapa pertanyaan diatas yang membutuhkan jawaban yang jelas. Yang salah satunya melalui pemikiran para pemikir filsafat/filsuf-filsuf dan melalui ilmu filsafat mengenai ke-Tuhan-an.

B.     POKOK MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan rumusan masalah berikut :
1.      Bagaimanakah pemikiran para tokoh filsafat mengenai Tuhan ?
2.      Apa sajakah istilah-istilah yang menyangkut dengan filsafat ketuhanan ?
3.      Bagaimanakah sifat, dan hakikat Tuhan dalam islam ?
4.      Bagaimana hubungan dan kensep Tuhan dengan ilmu, terutama ilmu filsafat ?




PEMBAHASAN

A.    PEMIKIRAN PARA TOKOH FILSAFAT TENTANG TUHAN
Berikut adalah pemikiran dan pendapat beberapa tokoh filsafat tentang Tuhan :
1.      Ludwig Wittgenstein
Tuhan adalah dzat transedental yang eksistensi-Nya melampaui seluruh matra materi duniawi, Dia adalah mystic yang tidak pernah dapat diekspresikan dengan bahasa duniawi. Namun demikian, percaya akan adanya Tuhan itu berarti memahami berbagai persoalan makna kehidupan. Beriman kepada Tuhan juga berarti memandang berbagai fakta duniawi ini bukanlah akhir dari segalanya, dan beriman kepada Tuhan juga berarti memandang bahwa hidup ini sungguh mempunyai suatu maksud dan tujuan yang bermakna.[1]
2.      Al-Kindi
Tuhan adalah wujud yang hak. Ia ada dari semula dan ada untuk selama-lamanya. Tuhan adalah wujud yang sempurna yang tidak didahului oleh wujud lain. Wujudnya tidak berakhir dan tidak ada wujud selain daripada-Nya. Tidak berserikat Dia. Mustahil Ia tidak ada.[2]
Sementara dalam versi lain, Tuhan adalah wujud yang hak (benar) yang bukan asalnya tidak ada kemudian menjadi ada. Ia selalu mustahil tiada ada. Ia selalu ada dan akan selalu ada. Oleh karenanya Tuhan adalah wujud sempurna yang yang tidak didahului oleh wujud lain, tidak berakhir wujud-Nya dan tidak ada wujud kecuali dengan-Nya.[3]
3.      Al-Farabi
Tuhan Allah adalah wujud yang sempurna dan yang ada tanpa sebab suatu sebab, karena kalau ada sebab bagi-Nya berarti ia tidak sempurna, sebab tergantung kepada-Nya. Ia adalah wujud yang paling mulia dan yang paling dulu adanya. Karena itu Tuhan adalah zat yang azali (tanpa permulaan) dan yang selalu ada. Zatnya itu sendiri sudah cukup menjadi sebab bagi keabadian wujud-Nya. Wujud-Nya tidak terdiri dari hule (matter ; benda) dan form (shurah), yaitu dua bagian yang terdapat pada makhluk. Kalau sekiranya ia terdiri dari dua perkara tersebut, tentunya akan terdapat susunan (bagian-bagian) pada Zat-Nya.[4]
4.      Aristoteles
Tuhan sebagai ‘Aktualitas Abadi’ yang menyebabkan perubahan dan merupakan ‘Aktualitas Murni’ (Actus Purus) bukan benda material, karena jika penggerak pertama sebagai benda material berarti dia sebagai subjek yang berubah, padahal dia adalah ‘Penyebab Awal’ yang tidak terciptakan dan bersifat abadi.[5]

B.     ISTILAH-ISTILAH TENTANG FILSAFAT KETUHANAN
Berikut ini adalah beberapa istilah yang menyangkut tentang filsafat ketuhanan :
1.      Teodise
Adalah pembenaran ajaran agama tentang kekuasaan dan aturan Tuhan yang menyangkut masalah penderitaan dan adanya kejahatan dalam berbagai bentuk.
2.      Theisma
Theisma mempercayai bahwa Theus (penamaan Tuhan dalam bahasa Yunani) itu ialah awal dan akhir dari segala-galanya.
3.      Henotheism
Masing-masing dewa memiliki kekuasaannya sendiri-sendiri, misalnya Dewa Matahari kekuasaannya panas. Dewa hujan kekuasaannya air. Ketika musim kemarau orang memuja Dewa Hujan. Untuk mengambil hatinya, dikatakanlah bahwa Dia-lah yang paling berkuasa, bahkan satu-satunya Dewa. Ketika musim hujan yang panjang, orang memrlukan Dewa Matahari. Dikatakan pula bahwa Dia-lah yang paling berkuasa, bahkan satu-satunya Dewa.
4.      Ketuhanan Maha Tiga (Trinitheisma)
istilah tersebut terkenal dalam agama Hindu dengan Trimurti, dalam agama nasrani Trinitas atau Tritunggal. Trimurti lahir dari Politheisma. Dari sekian banyak dewa, suatu ketika muncul tiga dewa yang dipandang paling berkuasa atau paling diperlukan. Dalam agama Hindu Purana muncullah Brahman (Dewa yang mencipta), Wisynu (Dewa yang memelihara ciptaan Brahman), dan Syiwa (Dewa yang merusak, melenyapkan apa yang dicipta Brahman dan dipelihara oleh Wisynu).
5.      Monotheisma Murni
Tuhan itu esa dalam jumlah, sifat dan perbuatan. Tuhan memiliki sifat satu-satunya, tidak ada duanya. Tiap sifat yang ditemukan pada alam, bukan sifat Tuhan. Tiap bentuk atau rupa yang ditemukan dalam alam (termasuk dalam alam imajinasi pikiran manusia), bukan bentuk atau rupa Tuhan.[6]

C.     SIFAT DAN HAKIKAT TUHAN DALAM ISLAM
Keberadaan Tuhan telah diyakini oleh sebagian besar umat manusia. Namun masih terdapat sekelompok kecil dari mereka yang merasa Tuhan itu tidak ada. Dalam islam, bukti-bukti mengenai eksistensi Tuhan telah disebutkan dalam Al-Qur’an. Diantaranya :
Ø  Surat An-naziat 17-23 :
“Kamukah yang lebih sulit menciptakannya atau langit yang dibangunnya ?” (27)
“Ditinggikan-Nya dan diatur-Nya dengan sebaik-baiknya.”(28)
“Dan dijadikan-Nya malam gelap-gulita dan siang terang cuaca.”(29)
“Dan bumi sesudah itu dikembangkan-Nya”(30)
“Dikeluarkan-Nya dari situ airnya dan padang rumputnya”(31)
“Dan gunung-gunung diletakkan-Nya dengan teguh.”(32)
“Keperluan untukmu dan binatang ternakmu”(33)
Ø  Surat Al-Ikhlash 1-4 :
“Katakanlah : Allah itu Esa.”(1)
“Allah itu tempat untuk meminta.”(2)
“Tiada beranak dan tiada diperanakkan (beribu-bapak).”
“Dan tiada seorang pun yang serupa dengan dia.”




Ø  Al-An’am ayat 3 :
“Dan Dia Allah Penguasa di langit dan di bumi, mengetahui rahasiamu dan yang kamu terangkan, dan mengetahui apa yang kamu usahakan.”[7]
Al-Farabi, sebelum membicarakan tentang hakikat Tuhan dan sifat-sifat-Nya, ia terlebih dahulu membagi wujud yang ada menjadi dua bagian, yaitu :
1.      Wajibul wujud lighairihi. Yaitu wujud yang nyata karena lainnya. Contohnya adalah wujud cahaya yang tidak akan ada kalau sekiranya tidak ada matahari.
2.      Wajibul wujud li dzatihi. Yaitu wujud yang apabila diperkirakan tidak ada, maka akan timbul kemuslihatan sama sekali. Kalau ia tidak ada, maka yang lima pun tidak akan ada sama sekali. Ia adalah sebab Yang Pertama bagi semua wujud. Wujud Yang Wajib tersebut dinamakan Tuhan (Allah).
Wujud Tuhan adalah wujud yang paling sempurna., karena wujud yang sempurna itu, maka wujud tersebut tidak mungkin terdapat sama sekali pada selain Tuhan, seperti halnya dengan sesuatu yang sempurna indahnya ialah apabila tidak terdapat keindahan semacam itu pada lainnya atau dengan kata lain Ia menyendiri dengan keindahan-Nya itu. Karena itu Tuhan adalah Esa dan tidak ada sekutu-Nya.[8]
Sifat-sifat Tuhan telah banyak disebutkan dalam cabang ilmu tersendiri yaitu ilmu tauhid/ilmu Kalam. Terdapat 3 sifat bagi Allah, yaitu : sifat wajib bagi Allah berjumlah 20, sifat Mustahil bagi Allah berjumlah 20, dan sifat jaiz bagi Allah hanya 1. Sifat tersebut dalam filsafat dikemukakan oleh Sanusi dengan sebutan Hukum Budi Yang Tiga.[9]

D.    HUBUNGAN KONSEPSI TUHAN DENGAN ILMU FILSAFAT
Dalam islam, konsep ilmu tidak dapat dipisahkan dari konsep Tuhan, karena semua ‘ilmuberasal dari-Nya. Ilmu-Nya adalah absolute dan menyeluruh, mencakup yang tampak maupun yang tersembunyi. Tuhan mengetahui segalanya, tidak ada yang tidak diketahui-Nya di dunia ini. Dia adalah awal dan akhir dari segala pengetahuan.[10]
Filsafat dan agama memiliki ‘permainan’ yang berbeda dalam hal ketuhanan. Dalam perspektif filsafat, Tuhan merupakan ‘something to be argued about’, sedangkan dalam perspektif agama Tuhan merupakan ‘something to be sacrificed form’ yang tergambar di dalam segenap aktivitas masyarakat.
Fungsi filsafat dalam kaitannya dengan distingsi Ketuhanan adalah sebagai alat analisis konseptual yang terkandung di dalam hal ihwal Ketuhanan. Melalui filsafat orang akan mengerti bahwa kata Tuhan tidak hanya memiliki satu arti, melainkan bermacam-macam arti. Sebagai contoh, ‘Allah-nya orang Arab sebelum Islam berbeda dengan ‘Allah-nya islam. Perbedaan itu antara lain karena Allah-nya orang orang Arab memiliki persekutuan dan anak yang semuanya minta dilayani dalam bentuk sajian dan ketundukan dari manusia, sedangkan ‘Allah-nya’ Islam, sebagaimana yang terekam singkat dalam al-Qur’an Surat al-ikhlash berada dalam pengertian paham monotheisme murni, karena Tuhan dalam Islam dipahamkan sebagai Dzat Tunggal yang tidak sebanding dengan apapun, Dzat yang tidak memerlukan persekutuan, Dzat yang tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, Dia adalah awal dan akhir dari segala harapan.[11]

E.     ANALISIS
Tuhan adalah penguasa segala hal, tidak hanya alam semesta yang bersifat dhohir, tetapi juga hal yang bersifat ghaib, seperti halnya hati. Jika terdapat pertanyaan mengenai dimanakah tempat yang tidak dapat diketahui oleh siapapun, maka jawabannya adalah tidak ada. Karena Tuhan (Allah) akan selalu mengawasi makhluk-Nya.
Filsafat ketuhanan seperti menjawab pertanyaan manusia mengenai Tuhannya. Filsafat ketuhanan juga memberi semacam gambaran dan bukti-bukti, tidak sebatas bahwa Tuhan itu ada, tetapi juga bukti bahwa eksistensi Tuhan tidak luput dari kehidupan. Beberapa tokoh filsafat pun menjelaskan hingga pada sifat-sifat dan hakikatnya.
Namun, sebagaimana suatu hal pasti mempunyai kekurangan, ilmu yang bersangkutan dengan Tuhan pun tidak dapat dipelajari oleh semua orang dengan sukses sebagai tujuannya. Atau dapat memahami tanpa mengganggu keimanan seseorang. Filsafat mengajak manusia untuk berpikir, filsafat ketuhanan berarti berpikir mengenai ketuhanan. Tidak sedikit manusia yang justru menjadi aneh, bahkan bisa dikatakan ‘gila’ setelah akalnya tidak mampu menemukan jawaban memuaskan atas pertanyaannya tentang Tuhan.
Sebagaimana pula dzat Allah yang agung, berbeda dengan makhluknya, dan maha segala-galanya, maka semakin manusia berpikir tentang Tuhan, bagaimana wujudnya, bagaimana bentuknya, dimana tempatnya, maka semakin manusia itu tidak mampu memikirkannya. Karena akal manusia tidak akan mampu mencapai atau membayangkan bagaimana Tuhan.



















PENUTUP
KESIMPULAN
A.    Pemikiran para tokoh filsafat tentang Tuhan disampaikan antara lain oleh Ludwig Wittgenstein, Al-Kindi, Al-Farabi, dan Aristoteles. Masing-masing mengemukakan pendapatnya tentang Tuhan.
B.     Dalam filsafat ketuhanan muncul pula berbagai istilah-istilah mengenai ketuhanan, diantaranya : Teodise, Theisma, Henotheism, Ketuhanan Maha Tiga (Trinitheisma), dan Monotheisma Murni.
C.     Sifat dan Hakikat Tuhan dalam islam telah tercantum dalam Al-Quran, selain itu salah satu filsuf, Al-Farabi mengemukakan teori wujud yang terbagi menjadi dua, yaitu wajibul wujud lidzatihi dan wajibul wujud lighairihi. Sifat Tuhan juga dijelaskan dalam cabang ilmu tersendiri yaitu ilmu tauhid.
D.    Segala ilmu berasal dari Allah. Termasuk ilmu filsafat. Ilmu filsafat mempunyai hubungan dengan Tuhan karena Tuhan termasuk salah satu objek yang dikaji dalam bab metafisika. Salah satu fungsi filsafat dalam Ketuhanan adalah sebagai analisis konseptual.



DAFTAR PUSTAKA
Bernadien, Win Ushuluddin.2004.Ludwig Wittgenstein : Pemikiran Ketuhanan dan Implikasinya Terhadap Kehidupan Keagamaan di Era Modern. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Gazalba, Sidi. 1977. Sistematika Filsafat, pengantar kepada: dunia filsafat, teori pengetahuan, metafisika, teori nilai. Bulan Bintang: Jakarta.
Masruri, hadi dan Imron Rosyidi. 2007. Filsafat Sains Dalam Al-Qur’an : Melacak Kerangka Dasar Integrasi Ilmu dan budaya. UIN Press: Malang.
Musa, M. Yusuf. 1991. Al-Qur’an dan Filsafat (Penuntun Mempelajari Filsafat Islam). PT. Tiara Wacana Yogya: Yogyakarta.
Hanafi, Ahmad. 1996. Pengantar Filsafat Islam. Bulan Bintang: Jakarta.



[1]Win Ushuluddin Bernadien, Ludwig Wittgenstein : pemikiran ketuhanan & implikasinya terhadap kehidupan keagamaan di era modern (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004).
[2]Sidi Gazalba, Sistematika filsafat : pengantar kepada dunia filsafat, teori pengetahuan, metafisika, teori nilai (Jakarta : Bulan Bintang, 1977), 326.
[3]Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam (Jakarta :Bulan Bintang, 1990), 77.
[4]Ibid.,90
[5] Win Ushuluddin Bernadien,Op. Cit., hal. 22.
[6] Sidi gazalba, Op. Cit., hal. 318-325.
[7]M.Yusuf Musa, Al-Qur’an dan Filsafat (Penuntun mempelajari Filsafat Islam), (Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya, 1991), hal. 10-11.
[8]Ahmad Hanafi, Op. Cit., hal. 90.
[9][9]Sidi Gazalba, Op. Cit., hal. 334.
[10]M. Hadi Masruri; Imron Rossidy, Filsafat Sains dalam Al-Qur’an : melacak kerangka dasar integrasi ilmu dan budaya, (Malang : UIN-Malang Press, 2007), hal. 38.
[11]Win Ushuluddin Bernadien, Op. cit., hal. 132-133.

No comments:

Post a Comment