Thursday, December 3, 2015

TRADISI PERANG OBOR DI DESA TEGAL SAMBI JEPARA

TRADISI PERANG OBOR DI DESA TEGAL SAMBI JEPARA

Perang obor atau disebut juga obor-oboran, merupakan salah satu upacara tradisional yang dimiliki oleh masyarakat Kabupaten Jepara, khususnya Desa Tegal Sambi, Kecamatan Tahunan, Jepara. Upacara ini diadakan setahun sekali pada senin pahing, malam selasa pon di bulan dzulhijjah, acara ini dilaksanakan pada malam hari sekitar pukul 20.00. Obor pada upacara tradisional ini adalah gulungan atau bendelan 2 atau 3 pelapah kelapa yang sudah kering dan bagian dalamnya diisi dengan daun pisang kering (jawa: klaras).
Upacara tradisi perang obor merupakan slametan untuk melakukan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan hasil panen kepada segenap masyarakat desa tegal sambi. Selain perang obor juga sebetulnya ada perang ketupat, ada juga yang wajib memandang matahari. Semua untuk bersyukur kepada Tuhan yang telah memberi berkah. Dan upacara ini awalnya untuk mungusir kekuatan jahat pembawa wabah penyakit. Namun demikian dengan datangnya pengaruh Islam. Upacara ini difungsikan sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan dan dalam rangka untuk
membangun kebersamaan dan gotong-royongan diantara warga  desa Tegal Sambi.
Jadi peralatan obor yang terbuat dari daun kelapa dan daun pisang kering merupakan peralatan yang  memang sesuai dengan apa yang diceritakan dalam legenda kyai Babadan dan ki Gemblong. Bahwa obor dapat  mempresentasikan sebuah simbol yang merupakan alat untuk mengusir roh kekuatan jahat yang menadatangkan malapetaka yang lain. peralatan yang digunakan adalah beberapa benda yang  dipandang kramat oleh masyarakat desa Tegal Sambi yang diarak pada waktu prosesi perang obor akan berlangsung yaitu sebuah arca, dua pedang kayu, dan bedug. Ada kemungkinan bahwa arca itu merupakan perwujudan dari arrwah nenek moyang yang bisa melindungi desa (dhayang). Namun demikian anggapan seperti itu pada saat ini sudah hilang seiring engan pemahaman masyarakat yang semakin mendalam ttentang agama Islam. Sementara itu dua buah pedang kayu dan sebuah bedug yang diyakini oleh masyarakat sebagai peninggalan sunan Kalijaga jelasmempresentasikan simbo-simbol kekuatan dalam syiar Islam. Dari hal tersebut dapat dijelaskan bahwa Islam bukanlah gama yang lemah tetapi agama yang kuat (disimbulkan pedang), namun masih tetap mengedepankan ajaran-ajaran yang persuasif (disimbolkan dalam bedhug).




Perang obor dilakukn oleh sekitar 50 orang warga desa. Jika kulit melepuh atau lebam kena gebuk akibat perang itu. Luka tersebut bisa dipulihkan dalam sekejap dengan olesan londoh. Oleh masyarakat setempat hal ini dipandang sebagai keajaiban dari Tuhan. Hal semacam ini bukan hanya diyakini oleh masyarakat awam juga dari pimpinaan didesa itu. Namun demikian para perangkat desa tidak mau menjelaskan air londoh itu berasal dari mana dan apa formulanya. Yang sangat menarik adalah bahwa jika ada perang obor, warga, Tegalsambi dirantau pun rela meninggalkan pekerjaannya untuk pulang kampung. Sebelum acara perang obor dimulai, terlebih dulu diadakan selamatan ditujuh tempat yang dikeramatkan oleh masyarakat Tegalsambi. Setelah itu dilakukan penyembelihan seekor kerbau jantan muda yang belum pernah dipakai untuk membajak. Salah satu perangkat desa (biasanya bayan/seksi keamanan) menaruh sesaji (berupa kendil berisi darah kerbau, sebagiam jeroan, dan daging yang sudah dimasak). Sesaji ini diperuntukan bagi para dhanyang yang  dipercayai ikut  menentukan keselamtan desa Tegal Sambi.

Ø   Nila-nila Pendidikan Islamnya adalah:
·  Kita harus Melestarikan budaya jawa.
·  Kebersamaan/gotong-royong itu penting terutama bagi kita sebagai umat muslim.
·  Ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT.

·  Saling rukun antar sesama.
by.Erine Fitniyah M/Erinevitnia@yahoo.co.id

No comments:

Post a Comment