TRADISI
PERANG OBOR DI DESA TEGAL SAMBI JEPARA
Perang obor atau disebut juga obor-oboran, merupakan salah satu
upacara tradisional yang dimiliki oleh masyarakat Kabupaten Jepara, khususnya
Desa Tegal Sambi, Kecamatan Tahunan, Jepara. Upacara ini diadakan setahun
sekali pada senin pahing, malam selasa pon di bulan dzulhijjah, acara ini
dilaksanakan pada malam hari sekitar pukul 20.00. Obor pada upacara tradisional
ini adalah gulungan atau bendelan 2 atau 3 pelapah kelapa yang sudah kering dan
bagian dalamnya diisi dengan daun pisang kering (jawa: klaras).
Upacara
tradisi perang obor merupakan slametan untuk melakukan syukur kepada Allah SWT
yang telah memberikan hasil panen kepada segenap masyarakat desa tegal sambi.
Selain perang obor juga sebetulnya ada perang ketupat, ada juga yang wajib
memandang matahari. Semua untuk bersyukur kepada Tuhan yang telah memberi
berkah. Dan upacara ini awalnya untuk mungusir kekuatan jahat pembawa wabah
penyakit. Namun demikian dengan datangnya pengaruh Islam. Upacara ini
difungsikan sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan dan dalam rangka untuk
membangun kebersamaan dan gotong-royongan diantara warga desa Tegal Sambi.
membangun kebersamaan dan gotong-royongan diantara warga desa Tegal Sambi.
Jadi
peralatan obor yang terbuat dari daun kelapa dan daun pisang kering merupakan
peralatan yang memang sesuai dengan apa
yang diceritakan dalam legenda kyai Babadan dan ki Gemblong. Bahwa obor
dapat mempresentasikan sebuah simbol
yang merupakan alat untuk mengusir roh kekuatan jahat yang menadatangkan
malapetaka yang lain. peralatan yang digunakan adalah beberapa benda yang dipandang kramat oleh masyarakat desa Tegal
Sambi yang diarak pada waktu prosesi perang obor akan berlangsung yaitu sebuah
arca, dua pedang kayu, dan bedug. Ada kemungkinan bahwa arca itu merupakan
perwujudan dari arrwah nenek moyang yang bisa melindungi desa (dhayang). Namun
demikian anggapan seperti itu pada saat ini sudah hilang seiring engan
pemahaman masyarakat yang semakin mendalam ttentang agama Islam. Sementara itu
dua buah pedang kayu dan sebuah bedug yang diyakini oleh masyarakat sebagai
peninggalan sunan Kalijaga jelasmempresentasikan simbo-simbol kekuatan dalam
syiar Islam. Dari hal tersebut dapat dijelaskan bahwa Islam bukanlah gama yang
lemah tetapi agama yang kuat (disimbulkan pedang), namun masih tetap
mengedepankan ajaran-ajaran yang persuasif (disimbolkan dalam bedhug).
Perang
obor dilakukn oleh sekitar 50 orang warga desa. Jika kulit melepuh atau lebam
kena gebuk akibat perang itu. Luka tersebut bisa dipulihkan dalam sekejap
dengan olesan londoh. Oleh masyarakat setempat hal ini dipandang sebagai
keajaiban dari Tuhan. Hal semacam ini bukan hanya diyakini oleh masyarakat awam
juga dari pimpinaan didesa itu. Namun demikian para perangkat desa tidak mau
menjelaskan air londoh itu berasal dari mana dan apa formulanya. Yang sangat
menarik adalah bahwa jika ada perang obor, warga, Tegalsambi dirantau pun rela
meninggalkan pekerjaannya untuk pulang kampung. Sebelum acara perang obor
dimulai, terlebih dulu diadakan selamatan ditujuh tempat yang dikeramatkan oleh
masyarakat Tegalsambi. Setelah itu dilakukan penyembelihan seekor kerbau jantan
muda yang belum pernah dipakai untuk membajak. Salah satu perangkat desa
(biasanya bayan/seksi keamanan) menaruh sesaji (berupa kendil berisi darah
kerbau, sebagiam jeroan, dan daging yang sudah dimasak). Sesaji ini
diperuntukan bagi para dhanyang yang
dipercayai ikut menentukan
keselamtan desa Tegal Sambi.
Ø Nila-nila Pendidikan Islamnya adalah:
· Kita harus Melestarikan
budaya jawa.
· Kebersamaan/gotong-royong
itu penting terutama bagi kita sebagai umat muslim.
· Ungkapan rasa
syukur kepada Allah SWT.
· Saling rukun
antar sesama.
by.Erine Fitniyah M/Erinevitnia@yahoo.co.id
No comments:
Post a Comment