NILAI-NILAI
PENDIDIKAN DALAM UPACARA
PUPUT PUSER DI DESA JOJO RT 3 RW 3 MEJOBO KUDUS
Dhautan
atau puputan berasal dari kata dhaut atau puput yang berarti lepas. Barangkali
istilah ini bagi sebagian orang, terutama yang berasal dari luar tradisi Jawa
terasa asing, namun bagi kalangan
masyarakat di Jawa, istilah ini merupakan istilah biasa, yakni selamatan
untuk menandai bahwa anak yang bau dilahirkan telah putus pusarnya.
Salah
satu sarana yang penting dalam upacara ini adalah mainan anak-anak yang
diperuntukkan bagi kerabat bayi (kakang kawah adhi ari-ari, sedulur papat lima
pancer). Maksudnya kakang kawah karena kawah atau air ketuban pecah mendahului
bayi, sehingga kawah dianggap sebagai saudara tua bayi, sedangkan ari-ari
keluar sesudah bayi lahir, sehingga disebut adhi ari-ari. Sedulur papat lima
pancer dimaksudkan bahwa saat bayi lahir di dunia, tidak hanya sendirian tetapi
dengan empat saudara, yaitu kawah, ari-ari, darah, dan pusar, lima pancer
maksudnya bayi itu sendiri sebagai pancer atau pusatnya. Konsep sedulur papat
lima pancer ini dipakai sebagai
salah satu konsep dasar kehidupan oleh
masyarakat Jawa. Konsep ini sudah mendarah daging dalam jiwa setiap masyarakat
Jawa.
Untuk mendapatkan data dalam mengetahui informasi tentang
waktu penyelenggaraan saya mewawancarai ibu Masrukah pada tanggal 12 Mei 2015 hari
selasa jam 18.30 beliau dengan kesimpulan waktu penyelenggaraan upacara puputan
tidak dapat ditentukan secara pasti karena putusnya tali pusar masing-masing
bayi tidak sama. Adakalanya tali pusar lepas setelah bayi
berumur satu minggu, adakalanya kurang dari satu minggu. Saat putus tali pusar bayi keluarga membuat selamatan
yang berupa bubur abang yang untuk tolak balak biar tidak diganggu roh halus
dan selamat kemudian buburnya setelah di
do’akan dengan menggunakan menyan kemudian buburnya dikasihkan kepada sanak
saudaranya atau tetangganya.[1]
Untuk mengetahui mengapa bayi harus dipangku, dan tentang
tali pusar yang telah lepas di bawa kemana dan lainnya penulis mewawancarai ibu
ngatonah pada tanggal 13 Mei 2015 jam 19.30 dengan penulis mengambil kesimpulan,
sebelum bayi dimandikan ibu si bayi membuka baju si bayi kemudian melihat tali
pusarnya sudah putus atau belum, apabila tali pusar si bayi sudah putus maka
bararti si bayi itu harus di puput. Bapak si bayi atau keluarga bayi biasanya
mengundang sanak saudaranya untuk memangkunya selama semalaman, maksud dari
bayi dipangku ini bayi berperang dengan kerabat
bayi (kakang kawah adhi ari-ari, sedulur papat lima pancer) tadi pada saat di
pangku lah anak ditentukan sandang pangan, rezki, pada Yang Maha Kuasa dan akan
berakhir apabila bayi itu bersin maka anak menang dalam mendapatkan sandang
pangan, rezki, atau juga apabila jago berkokok maka bayi boleh diletakkan.
Tali pusar yang telah putus maka tali pusarnya ada yang
dikubur bersama ari-ari, ada juga tali pusarnya di telan oleh orang tua sebagai
pengsihan kalau di telan sama bapaknya maka anak akan nurut sama bapaknya, kalau
di telan sama ibunya maka dia akan nurut sama ibunya. Ada juga tali pusarnya di
simpan jika anaknya sakit atau rewel maka bisa di buat sebagai obat caranya
seperti ini kita mencelupkan tali pusarnya kedalam air lalu kita minumkan maka
anak itu bisa sembuh. Di tempat tidur atau dibawah kasur bayi diletakkan
benda-benda tajam seperti pisau, jarum, gunting salah dari itu agar tidak diganggu
oleh makhluk halus.
Tradisi puputan tersebut di iringi dalam pembacaan shalawat Nabi, dengan bacaan-bacaan tersebut akan semakin
menambah nuansa Islam yang tidak terbantahkan lagi. Dan Memang pada setiap puputan, dapat dipastikan disitu dibacakan Shalawat Nabi dan
asyraqalan, karena pada saat asyaraqalan itulah si jabang bayi biasanya
dikelilingkan di sekitar para pembaca shalawat tersebut dengan harapan bahwa
nantinya anak tersebut akan terbiasa membaca shalawat Nabi.[2]
Tradisi seperti inilah yang selalu dilestarikan dan
dipertahankan oleh masyarakat musllim di Jawa khususnya di desa Jojo Rt 3/ Rw 3
dan mungkin saat ini telah merambah ke berbagai daerah lainnya. Nilai nilai
pendidikan islam persaudaraan, shodaqoh, bersholawat.
No comments:
Post a Comment