Friday, October 10, 2014

MUSYTARAK



A.    PENDAHULUAN
Al-Qur’an merupakan sebagai pusat ajaran Islam. Al-Qur’an yang menempatkan posisi sebagai pusat atau pedoman, bukan saja dalam perkembangan ilmi-ilmu keislaman saja, tetapi juga sebagai inspirator dan pemandu dalam gerakan-gerakan umat islam. Jadi, pemahaman terhadap ayat-ayat Al-Qur’an, melalui penafsiran-penafsiran dan pendalaman bahasa, mempunyai peranan penting bagi majunya umat Islam, terlebih pada masa kini guna memberikan solusi terhadap problematika umat yang semakin menggelobal.
Oleh karena itu, makalah ini akan mencoba memberikan sedikit wawasan tentang bagaimana memahami ayat-ayat Al-Qur’an yang musytarak dan ketentuan-ketentuan hukumnya.
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa Pengertian Musytarak?
2.      Apa Sebab terjadinya lafadz Musytarak?
3.      Bagaimana Ketentuan Hukum lafadz Musytarak?
4.      Apa Contoh-contoh lafadz Musytarak?


C.    PEMBAHASAN
1.      Pengertian Musytarak
Kata Musytarak adalah bentuk mashdar yang berasal dari kata kerja اشترك  yang berarti bersekutu seperti dalam ungkapan اشترك القوم yang berarti “kaum itu bersekutu”.[1]
Dari pengertian bahasa ini selanjutnya para ulama’ merumuskan pengertian musytarak menurut istilah. Adapun definisi yang diketengahkan oleh para ulama’ adalah anatara lain:
Ø  Menurut Ibn Al-Hajib dalam kitab Syarah Al-Mufasshal :
اللفظ الواحد الدال على معنيين مختلفين اواكثر دلالة على السوأ عند اهل تلك اللغة
“ Satu lafadz (kata) yang menunjukkan lebih dari satu makna yang berbeda, dengan penunjukan yang sama menurut orang ahli dalam bahasa tersebut ”.
Ø  Menurut Muhammad Abu Zahrah dalam kitabnya Ushul Fiqh:
لفظ يتناول افرادا مختلفة الحدود على سبيل البدل
“ Satu lafadz yang menunjukkan lebih dari satu makna yang berbeda-beda batasannya dengan jalan bergantian”.
Maksudnya pergantian disini adalah kata musytarak tidak dapat diartikandengan semua makna yang terkandung dalam kata tersebut secara bersamaan, akan tetapi harus diartikan dengan arti salah satunya.[2] Contoh lafadz عين bisa berarti mata, sumber mata air, dzat, harga, orang yang memata-matai. Lafadz يد bisa berarti tangan kanan atau tangan kiri. Lafadz سنة bisa berarti tahun hijriyyah, syamsiyah, maupun masehi.



2.      Sebab-sebab terjadinya lafadz Musytarak
Burhanuddin dalam bukunya Fiqih Ibadah menjelaskan diantara faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya lafal-lafal musytarak tersebut diantaranya ialah :
a.       Bermacam-macam suku bangsa Arab terdiri dari dua golongan Adnan dan Qathan. Masing-masing golongan ini terdiri dari suku yang bermacam-macam dan dusun yang berpencar-pencar yang berbeda-beda tempat dan lingkungannya. Terkadang suatu suku membuat nama untuk suatu pengertian. kemudian suku lain menggunakan nama tersebut untuk suatu pengertian lainnya yang tidak dimaksud oleh suku pertama. Bahkan kadang-kadang antara kedua pengertian itu tidak ada kaitannya. Hal ini menyebabkan adanya satu kata mempunyai dua arti.
b.      Satu lafal mempunyai arti tertentu, namun dipindahkan maknanya ke arti lain kemudian arti aslinya dilupakan orang.
c.       Asal suatu lafal untuk maksud kemudian dipergunakan untuk arti lain yang ada hubungannya dengan arti asli, tetapi lama-kelamaan hubungan itu dilupakan sehingga lafal itu digunakan untuk dua arti.
d.      Satu lafal dipergunakan untuk arti tertentu dan menurut isyarat nash dipindahkan ke arti yang lain yang kemudian dipergunakan oleh orang lain tanpa mengetahui arti aslinya. Kemudian penggunaannya semakin meluas, bahkan kadang-kadang arti asli itu dilupakan orang.[3]
3.      Ketentuan Hukum lafadz Musytarak
Apabila dalam nash-nash Al-Qur’an dan As-Sunnah terdapat lafadz yang musytarak, maka menurut kaidah yang telah dirumuskan oleh para ulama’ ushul adalah sebagai berikut :
a.       Apabila lafadz tersebut mengandung kebolehan terjadinya hanya musytarak antara arti bahasa dan istilah syara’, maka yang ditetapkan adalah arti istilah syara’, kecuali ada indikasi-indikasi yang menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah arti dalam istilah bahasa.[4]
b.      Apabila lafadz tersebut mengandung kebolehan terjadinya banyak arti, maka yang ditetapkan adalah salah satu arti saja dengan dalil-dalil (qarinah) yang menguatkan dan menunjukkan salah satu arti tersebut. Baik berupa qarinah lafdziyah maupun qarinah haliyah. Yang dimaksud qarinah lafdziyah adalah suatu kata yang menyertai nash. Sedangkan qarinah haliyah adalah keadaan/kondisi tertentu masyarakat Arab pada saat turunnya nash tersebut.[5]
c.       Jika tidak ada qarinah yang dapat menguatkan salah satu arti lafadz lafadz tersebut, menurut golongan hanafiyah harus dimauqufkan sampai adanya dalil yang dapat menguatkan salah satu artinya. Menurut golongan malikiyah dan syafi’iyah membolehkan menggunakan salah satu artinya.[6]
4.      Contoh-contoh lafadz Musytarak
Firman Allah swt. QS. Al-Baqarah : 229
الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ ۖ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ
“ Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik”.
Dalam ayat tersebut di atas lafadz al-thalaq harus diartikan dalam istilah syara’ yaitu melepaskan tali ikatan hubungan suami istri yang sah, bukan diartikan secara bahasa yang berarti melepaskan tali ikatan secara mutlaq.
Firman Allah swt. QS. Al Baqoroh : 43
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآَتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
“Dan  dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat, dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'”.
Lafadz الصلاة  pada ayat tersebut dapat bisa mengandung arti dalam istilah bahasa yaitu doa dan bisa pula berarti dalam istilah syara’ yaitu ibadah yang mempunyai syarat-syarat dan rukun tertentu.[7]
Firman Allah swt, QS Al-Baqarah : 228
وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ
“ Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'.”
Lafadz Quru’ dalam pemakain bahasa Arab bisa berarti masa suci dan bisa pula berarti masa haidl. Oleh karena itu, seorang mujtahid harus mengerahkan segala kemampuannya untuk mengetaui makna yang dimaksudkan oleh syari’ dalam ayat tersebut.
Para ulama’ berbeda pendapat dalam mengartikan lafadz quru’ tersebut diatas. Sebagian ulama’ yaitu Imam Syafi’i mengartikannya dengan masa suci. Alasan beliau antara lain adalah karena adanya indikasi tanda muannats pada ‘adad (kata bilangan : tsalatsah) yang menurut kaida bahasa Arab ma’dudnya harus mudzakkar, yaitu lafadz al-thuhr (suci). Sedangkan Imam Abu Hanifah mengartikannya dengan masa haidl. Dalam hal ini, beliau beralasan bahwa lafadz tsalatsah adalah lafadz yang khas yang secara dzahir menunjukkan sempurnanya masing-masing quru’ dan tidak ada pengurangan dan tambahan. Hal ini hanya bisa terjadi jika quru’ diartikan haidl. Sebab jika lafadz quru’ diartikan suci, maka hanya ada dua quru’ (tidak sampai tiga).[8]
Firman Allah swt, QS Al-Baqarah : 222
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُواْ النِّسَاء فِي الْمَحِيضِ وَلاَ تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىَ يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللّهُ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haid itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid, dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. apabila mereka Telah suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”
Lafadz المحيض  dapat berarti masa/waktu haid (zaman) dan bisa pula berarti tempat keluarnya darah haid (makan). Namun dalam ayat tersebut menurut ulama’ diartikan tempat keluarnya darah haidl. Karena adanya qarinah haliyah yaitu bahwa orang-orang Arab pada masa turunnya ayat tersebut tetap menggauli istri-istrinya dalam waktu haidl. Sehinnga yang dimaksud lafadz المحيض  diatas adalah bukanlah waktu haidl akan tetapi larangan untuk istimta’ pada tempat keluarnya darah haid (qubul).[9]


D.    KESIMPULAN
Lafadz Musytarak adalah beberapa kata yang sama, baik pelafalannya maupun bentuk tulisannya, tetapi maknanya berlainan. Contoh lafadz عين bisa berarti mata, sumber mata air, dzat, harga, orang yang memata-matai. Lafadz يد bisa berarti tangan kanan atau tangan kiri. Lafadz سنة bisa berarti tahun hijriyyah, syamsiyah, maupun masehi.
Ahkirnya penulis berharap semoga makalah ini sedikit dapat memberikan kontribusi positif dalam rangka untuk memahami Al-Qur’an sebagai modal utama bagi umat Islam, khususnya kita sebagai generasi muda Islam sehinnga mampu menjawab tantangan zaman yang sangat kompleks.

DAFTAR PUSTAKA
·  Abd. Karim Zaidan, Al-Wajiz, Beirut : Muassasah Al-Risalah, 1996
·  Abd. Wahab khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, Jakarta, PT Rineka Cipta, 2005
·  Prof. Dr. Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta
·  Junaidi spd,Pendidikan Lafadz Musytarak, http://pendidikanque.blogspot.com/2011/06/lafaz-musytarak(26/9/14)
·  Burhanudin, Fiqih Ibadah, Cet. I, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2001


[1] Prof. Dr. Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta
[2] Junaidi spd,Pendidikan Lafadz Musytarak, http://pendidikanque.blogspot.com/2011/06/lafaz-musytarak(26/9/14)
[3] Burhanudin, Fiqih Ibadah, Cet. I, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2001, h. 229.

[4] Dr. Wahbah Zuhaily, Ushul Fiqh, Mansyurat Kuliah Da’wah Islamiyah,1990, h 181
[5] Ibid, h 180
[6] Ibid, h 182
[7]Dr. Abd. Karim Zaidan, Al-Wajiz, Beirut : Muassasah Al-Risalah, 1996, h. 328
[8] Dr. Wahbah Zuhaily, Op-cit, h 181
[9] Ibid, h 181

No comments:

Post a Comment