Thursday, January 22, 2015

Makalah Filsafat Muslim



A.     Pendahuluan
Filsafat merupakan suatu kajian Ilmu pengetahuan yang dipelajari dalam dunia Perkuliahan yang mencakup tentang pemikiran seseorang. Filsafat dapat pula dikatakan sebagai hasil dari akal manusia yang mencari tau memikirkan sesuatu kebenaran secara mendalam. Jadi, hasil pemikiran dari akal manusia adalah Filsafat dengan catatan bahwa pemikiran itu di lakukan secara mendalam dan bukan setengah – setengah dalam menanggapi suatu untuk mencari kebenaran.
Dalam filosof muslim mempunyai pandangan yang berbeda-beda tentang Filsafat, bahkan ada yang sampai menyimpang dari ajaran Agama Islam. Benar mereka Hidup di Lingkup Islam dan Lahir di Daerah yang Mayoritas Islam, tapi Pandangan sebagian para Filosof ini menyimpang bahkan ada yang menganggap Akal adalah segalanya.
Sebagian para Filosof Muslim juga ahli bukan hanya di bidangnya yaitu Filsafat, tapi juga ahli dalam bidang-bidang Ilmu pengetahuan yang lain seperti Matematika, Kedokteran, Kimia, Seni dsb. Semua itu di pelajari dengan baik dan bisa menjadikannya seorang Filosof dan juga seorang Ilmuan Islam.
Pendapat-pendapat para Filosof ini sebagian baik untuk di contoh, tapi juga ada yang tidak pantas di contoh. Karena sudah menyimpang jauh dari Islam, sampai tidak mempercayai Wahyu dan Nabi.
Semoga dengan Makalah ini menambah wawasan kita tentang para Filosof Muslim yang ada dan yang banyak di kenal baik di dunia Islam maupun di Dunia Barat.

B.     Pokok Masalah
1.      Filsafat Islam atau Filsafat Muslim ?
2.      Siapa saja Filosof Muslim itu ? 
C.     Wacana
Pembahasan
1.      Filsafat Islam atau Filsafat Muslim
Filosof Muslim atau (  filosof Muslim ) adalah mereka yang lahir dan tumbuh dalam keluarga muslim. akan tetapi, dalam pandangan dan keyakinannya mungkin saja dia heretic atau anti – Islam. Sementara itu di sisi lain, filosof Islam atau (  filosof Islam ) adalah orang – orang yang mengambil inspirasi – inspirasi falsafatinya dari AL-Qur’an dan Sunnah dan menyusun pandangan-pandangan filsafatnya sesuai dengan dua sumber Islam tersebut.
Berdasarkan pandangan ini, maka tidak sedikit deretan Filsuf muslim, bukan filsuf Islam karena pandangan-pandangannya dianggap banyak menyimpang dari ajaran Islam. Mereka memang hidup di Arab atau wilayah-wilayah di bawah kekuasaan politik Arab dan beragama Islam, namun pandangan-pandangannya sama sekali tidak mencerminkan ajaran-ajaran yang digariskan oleh Al-Qur’an dan Sunnah.
Secara umum,tidak ada perbedaan antara filsafat Islam dan Filsafat Muslim, kedua terma tersebut sering digunakan secara bergantian. Majid Fakhry member judul bukunya dengan History of Islamic Philosophy, M.M. Sharif menyebut bukunya dengan A History of Muslim Philosophy, dan T.J. De Boer menggunakan judul History of Philosophy in Islam. Sebagaimana telah disinggung di atas, tidak sedikit orang-orang yang tidak mengakui sebagai filsuf Islam terhadap filsuf pandangan-pandangan filsafatnya di bawah pengaruh Aristotelianisme, Pitagoreanisme, Neoplatonisme, ataumadzhab-madzhab lain dan para filsuf yang ajarannya tidak sesuai dengan ajaran Islam. Pandangan ini biasanya didasarkan atas paham Islam ortodoksehingga para filsuf yang ajaran-ajarannya tidak sesuai dengan pandangan kaum ortodoks, tidak di anggap sebagai filsuf Islam.[1]



2.      Para Filosof Muslim
1.      Al Kindi ( Peletak Dasar Filsafat Islam )
a.       Biografi
Nama lengkap al-Kindi adalah Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq bin Shabbah bin Imran bin Ismail bin Muhammad bin al-Asy’ats bin Qais al-Kindi. Tahun kelahiran dan kematian al-Kindi tidak diketahui secara jelas. Yang dapat dipastikan tentang hal ini adalah bahwa ia hidup pada masa kekhalifahan al-Amin (809-813),al-Ma’mun (813-833), al-Mu’tasim (833-842), al-Watsiq (842-847), dan al-Mutawakkil (847-861).[2] Beberapa ahli sepakat menyebut tahun 801 M sebagai tahun kelahiran al-Kindi sekalipun mereka berbeda pendapat tentang tahun kematiannya Majid Fakhry memperkirakan kematian al-Kindi pada tahun 866 atau lebih sedikit setelah itu.
Ayahnya, Ishaq Ash-Shabbah, adalah Guberbur Kuffah pada masa pemerintahan Al-Mahdi dan Harun Al-Rasyid dari Bani ‘Abbas. Ayahnya meninggal beberapa tahun setelah Al-Kindi lahir. Dengan demikian Al-Kindi dibesarkan dalam kedaan Yatim.[3]
Al-Kindi adalah filsuf berbangsa Arab dan dipandang sebagai filsuf pertama. Memang, secara etnis, al-Kindir lahir dari keluarga berdarahArab yang berasal dari suku Kindah, salah satu suku daerah Jazirah Arab Selatan.[4] Di antara kelebihan al-Kindi adalah menghadirkan filsafat Yunani kepada kaum muslimin setelah terlebih dahulu mengislamkan pikiran-pikiran asing tersebut.
b.      Definisi Filsafat Al-Kindi
Definisi-definisi Filsafat Al-Kindi adalah sebagai berikut :
1.      Filsafat terdiri dari gabungan dua kata, philo, sahabat dan Sophia, kebijakan. Filasafat adalah cinta kepada kebijaksanaan. Definisi ini berdasarkan ats etimologi Yunani dari kata-kata itu.
2.      Filsafat adalah upaya manusia meneladani perbuatan-perbuatan Tuhan sejauh dapat dijangkau oleh kemampuan akal manusia. Definisi ini merupakan definisi fungsional, yaitu meninjau filsafat dari segi  tingkah laku manusia.
3.      Filsafat adalah latihan untuk mati. Yang dimaksud dengn latihan mati adalah bercerainya jiwa dari badan. Atau mematikan hawa nafsu adalah mencapai keutamaan. Oleh karenanya, banyak orang bijak tedahulu mengatakan bahwa kenikmatan adalah suatu kejahatan. Definisi ini juga merupakan definisi fungsional, yang bertitik tolak pada segi tingkah laku manusia pula.
4.      Filsafat adalah pengetahuan dari segala pengetahuan da kebijaksanaan dari segala kebijaksanaan. Definisi ini bertitik tolak dari segi kuasa.
5.      Filsafat adalah pengetahuanmanusia tentang dirinya. Definisi ini menitikberatkan pada fungsi filsafat sebagai upaya manusia untuk mengenal dirinya sendiri. Para filosof berpendapat bahwa manusia adalah badan, jiwa dan eksdensial Manusia yang mengetahui dirinya demikian itu berarti mngetahui segala sesuatu. Dari sinilah para filosof menamakan manusia sebagai mikrokosmos.
6.      Filsafat adalah pengetahuan tentang segala sesuatu yang abadi dan bersifat menyeluruh (umum), baik esensinya maupun kausa-kausanya. Definisi ini menitikberatkan dari sudut pandang materinya.
Bagi al-Kindi, fungsi filsafat sesungguhnya bukan untuk menggugat kebenaran wahyu atau untuk menuntut keunggulan yang lancing atau menuntut persamaan dengan wahyu. Filsafat haruslah sama sekali tidak mengajukan tuntutan sebagai jalan tertinggi menuju kebenaran dan mau merendahkan dirinya sebagai penunjang bagi wahyu.[5] Ia mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan tentang segala sesuatu sejauh jangkauan pengetahuan manusia.[6] Karena itu, al-Kindi dengan tegas mengatakan bahwa filsafat memiliki keterbatasan dan bahwa ia tidak dapat mengatasi problem semisal mukjiat, surga, neraka, dan kehidupan akhirat.[7] Dalam semangat ini pula, al-Kindi mempertahankan penciptaan dunia ex nihilio, kebangkitan jasmani, mukjizat, keabsahan wahyu, dan kelahiran dan kehancuran dunia oleh Tuhan.
2.      Ar-Razi (Filsuf Muslim Nonkompromis)
a.       Biogafi Ar-Razi
Nama lengkap Ar-Razi adalah Abu Bakar Muhammad bin Zakariya Ibn Yahya ar Razi. Ia dilahirkan di Rayy, di Propinsi Khurasan dekat Teheran. Terdapat perbedaan tentang tahun kelahiran Ar-Razi. Harun Nasution menyebut tahun 864,[8] sedang H.A. Mustafa menyebutkan tahun 865.[9] Pada masa mudanya, ia cukup respek terhadap Ilmu Kimia, sehingga tidak mengherankan apabila kedua matanya buta akibat dari eksperimen yang dilakukannya. Ia juga belajar ilmu kedokteran (obat-obatan) dengan sangat tekun pada seorang doctor dan filosod yanglahir di Merv pada tahun 192 H/808 M yang bernama Ali Ibn Robban al Thabari. Kemungkinan guru inilah yang menumbuhkan minat Ar-Razi untuk bergelut dengan filsafat agama, karena ayah gurunya tersebut adalah seorang pendeta Yahudi yang ahli  dalam kitab-kita suci.
Sebagai seorang Ilmuan dan dokter ia seorang yang bermurah hati, sayang kepada pasien-pasiennya, dermawan, karena itu ia memberikan pengobatan gratis kepada mereka yang tidak mampu (materi). Ar-Razi wafat pada usia 62 tahun, yaitu pada 25 Oktober 925 atau 7 Oktober 925 M. Sampai meninggalnya ia belum disembuhkan kebutaan matanya.
b.      Filsafat Lima kekal
Ar-Razi adalah seorang filsuf muslim rasionalis murni. Ia sangat memperayai kekuatan akal. Akal, dalam filsafat ar-Razi, menempati posisi yang sangat tinggi. Ia diberi ruang gerak yang sangat bebas. Dalam pandangannya, manusia dengan akalnya dapat mengetahui segala yang berguna dan bermanfaat bagi dirinya, membuat hidupnya lebih baik, dapat mengenal lebih jauh hal-hal yang tersembunyi.oleh karena itu, manusia tidak boleh menyia-nyiakan akal dan tidak boleh mengekang nya. Dan segala keputusan yang diambil manusia harus dengan perintah akal.
Ar-Razi sama sekali menolak semua pemikiran yang irasional. Bahkan, ia meragukan wahyu dan kenabian. Bahkan, dia mengkritik kitab-kitab suci, dan bahkan menolak Al-Qur’an sebagai mukjizat baik bahasa maupun kandungan isinya dan lebih menyukai buku-buku Ilmiah.
Berikut uraian singkat mengenai lima kekekalan :
1.      Tuhan
Tuhan bersifat sempurna. Tidak ada keijakan yang tidak sengaja, oleh krena itu ketidak sengajaan tidak bisa disifatkan kepadanya. Kehidupan berasal dari-Nya, sebagaimana sinar datang dari matahari.
2.      Ruh
Bahwa Tuhan tidak menciptakan dunia lewat desakan apapun, tetapi ia memutskan penciptaannya setelah pada mulanya tidak berkehendak untuk tidak menciptakan. Siapakah yang membuatnya untuk melakukan demikian itu ? Di sini mestinya harus ada keabadian lain yang membuat ia memutuskan. Menurut a-azi Keabadian lain adalah ruh yang hidup, tetapi ia bodoh.
3.      Materi
Menurut ar-Razi kemutlakan meteri pertama terdiri dari atom-atom. Setiap atom mempunyai volume kalau tidak maka pengumpulan atom-atom tersebut tidak dapat di bentuk.
4.      Ruang
Menurut ar-Razi ruang adalah tempat keberadaan materi. Ia mengatakan bahwa materi adalah kekal dank arena matei itu mempunyairuang maka ada suatu ruang yang kekal.
5.      Waktu
Waktu adalah substansi yang mengalir, ia kecil. Ar-Rzi senantiasa menentang mereka (Aristoteles dan pengikut-pengikutnya) yang berpendapat bahwa waktu itu adalah jumlah gerak benda, karena jika demikian, maka tidak mungkin bagi dua benda yang bergerak untuk bergerak dalam waktu yang sama dengan dua jumlah yang berbeda.
Paling tidak, ada tiga alasan yang dikemukakan Ar-Razi mengapa dia menolak wahyu dan kenabian.
1.      Akal sudah mencukupi untuk membedakan yang baik dan yang buruk, berguna dan tidak berguna. Bahkan, dengan akal, manusia dapat mengatur dirinya dan mengetahui Tuhan.
2.      Tidak ada keistimewaan bagi seseorang untuk mengatur dan membimbing orang lain karena setiap dilahirkan dalam keadaan yang sama. Hanya saja, dalam perjalanan hidup selanjutnya, ada orang yang mampu memupuk dan menggunakan akalnya sesuai dengan latar belakang pendidikan masing-masing.
3.      Ajaran para nabi saling bertentangan. Mereka (pemeluk agama) saling menjunjung tinggi ajaran nabinya masing-masing sehingga terjebak pada fanatisme buta dan menolak ajaran nabi yang lain sehingga menimbulkan pertentangan, bahkan pembunuhan yang berakibat pada kesengsaraan manusia.[10]
Berdasarkan pemikirannya yang nakal tersebut, tidak mengherankan jika ia sampai di kecam sebagai kafif. Pikiran Ar-Razi dalam kacamata umum memang dianggap telah meninggalkan agama karena sedikitpun ia tidak mau menundukkan akalnya di bawah doktrin. Dia sama sekali tidak mau kompromi. Dia sama sekali tidak mau kompromi. Memang, Ar-Razi adalah seorang filsuf muslim yang sangat berani menentang arus. Di saat ajaran Aristoteles tengah ditegakkan oleh para filsuf muslim lain serta bahaya bid’ah tengah disorot secara dramatis oleh Khalifah Abbasiyah, dia justru berani menentang, baik ajaran Aristoteles maupun kepercayaan fundamental Islam dengan melangkah di atas lorong filsafat yang baru. Pikiranfilsafatnya adalah tipikal nonkompromis, baik kepada ajaran filsafat pendahulunya maupun doktrin-doktrin Islam yang menjdi keyakinan mainstream.
3.      Al-FArabi (Pembenaran Filosofis atas Kenabian dan Wahyu)
a.       Biografi Al-Farabi
Abu Nasr Muhammad bin Muhammad bin Tarkhan bin Auzalagh al-Farabi atau yang biasa dikenal dengan al-Farabi lahir di Wsij, sebuah dusun kecil di kota Farab, Propinsi Transoxiana, Turkestan, sekitar tahun 890. Dia berasal dari keluarga bangsawan-militer Turki.
Al Farabi melewatkan masa remajanya di kota Farab. Di kota yang mayoritas pengikut madzhab Syafi’yah inilah al-Farabi menerima pendidikan dasarnya. Setelah menyelesaikan studi dasarnya, al-Farabi pindah ke Bukhara untuk menempuh studi lanjut fiqh dan ilmu-ilmu lanjut lainnya. Al-Farabi memulai berkenalan dengan bahasa dan budaya serta filsafat Persia. Juga di Bukhara inilah al-Farabi pertama kali belajar tentang musik.
b.      Filsafat Kenabian : Tangkisan al-Farabi terhadap paham Naturalisme.
Menurut al-Farabi, nabi dapat mengetahui hakikat-hakikat karena ia dapat berkomunikasi dengan akal kesepuluh yang merupakan akal terakhir dalam rangkaian proses emanasi. Dalam paham al-Farabi, Akal kesepuluh ini dapat disamakan dengan malaikat. Kesanggupan berkomnikasi dengan Akla Kesepuluh inilah yang memungkinkan para nabi dan rasul dapat menerima wahyu.[11]
Menurut al-Farabi, urutan perkembangan kemampuan penginderaan jiwa manusia adalah sebagai berikut :
a.       Pertumbuhan. Dengan daya ini memungkinkan manusia untuk tumbuh.
b.      Penginderaan. Daya ini memungkinkan manusia untuk meneima rangsangan seperti panas dan dingin.
c.       Bernafsu. Daya ini memungkinkan manusia untuk merasakan suka atau tidak suka terhadap suatu objek.
d.      Mengkhayal. Memungkinkan manusia unuk memperoleh kesan dari hal-hal yang dirasakan setelah objek tersebut lenyap dari jangkauan indera.
e.       Berfikir. Daya ini memungkinkan manusia memahami berbagai pengartian sehinggan dapat membedakan yang mulia dari yang hina serta menguasai seni dan ilmu.
4.      Ibnu Sina (Perintis Filsafat Modern)
a.       Biografi Ibnu Sina
Abu Ali al-Husayn bin Abdullah bin Sina (980-1037) atau yang secara umum dikenal dengan nama Ibnu Sina atau Avicenna adalah seorang ensiklopedi , filufus, fisiologis, dokter, ahli matematika, astronomer dan sastrawan.
b.      Ajaran Filsafat
Beberapa padangan filasatnya yang sangat penting bisa dikelompokkan menjadi 3 hal : Logika, Psikologi, dan Metafisika.
1.      Logika
Ibnu Sina mengembangkan kosep logikanya kurang lebih semodel dengn komentar al-Farabi tentang Organon-nya Aristoteles. Filsafat logikanya bisa ditemukan dalam kitabnya yang berjudul A-Najat dan dalam beberapa bagian penting karya yang lin yang berjudul Al-Isyarat.
2.      Psikologi
Psikologi Ibnu Sina memberikan perhitungan yang sangat sistematis dengan berbagai macam jiwa dan daya-dayanya. Ini semua diklasifikasikan secara metodis sesuai dengan susunan hierarkis. Menurut Ibnu Sina, ada tiga macam jiwa : jiwa Tumbuhan, hewan, dan manusia. Jiwa tumbuhan memiliki tiga daya : kekuatan nutrisi (makan), kekuatan tumbuh (growth), dan kekuatan reproduksi.
Jiwa hewan memiliki dua daya : daya motif dan perseptif. Jiwa manusia mengadung semuanya dan di tambah dengan pikirran (reason).
3.      Metafisika
Ada bagian dalam ajarn metafisika Ibnu Sina yang terlihat kuno sekarang. Didalamnya dia berbicara tentang akal dan jiwa (soul) planet yang beremanasi dari Tuhan dalam sebuah tatanan hierarki.
5.   Al-Ghazali (Epistemologi Filsafat, Telaah atas Kitab Al-Munqidh Min Adh-Dhalal)
a.   Biografi Al-Ghazali
Nama lengkapnya  adalah Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Abu Hamid Al Ghazali. Beliau dilahirkan di Thus, suatu kota di khurusan pada tahun 450 M. ayahnya seorang pekerja pembuat pakaian dari bulu (wol) dan menjualnya di pasar. Setelah ayahnya menynggal. Al-Ghazali diasuh oleh ahli tasawuf.
Ketokohan al-Ghazali dalam sejarah umat islam tidak bisa diingkari. Gelar Hujjat al-islam yang disandangnya merupakan symbol pengakuann terhadap kebesaran namanya dalam lintasan sejarah umat Islam. Penguasaannya terhadap berbagai disiplin ilmu yang berkembang pada masanya adalah bukti tersendiri atas kebesarannya. Akan tetapi, itu tidak berarti bahwa al-Ghazali tidak pernah menerima kritik atau bahkan kecaman.
Tidak jarang juga ada yang diarahkan kepadanya sebagai orang yang paling bertanggung jawab terhadap ambruknya kecemerlangan peradaban Islam. Akan tetapi, tuduhan tersebut hanyalah simplifikasi masalah yang tidak proporsional dan tidak berdasar. Sekalipun begitu, tetap bisa diakui bahwa kecemerlangan al-Ghazali memiliki efek yang kurang baik bagi perkembangan intelektualisme umat islam.
b.   Filsafat Epistemologi al-Ghazali : Telaah Al-Munqidh min adh-Dhalal
                1.    Sekilas Tentang Epistemologi
                        Secara historis, epistemologi bukanlah permasalahan petama yang muncul dalam pikiran manusia. Justru aktivitas filsafat dimulai dalam wilayah metafisika. ‘apa itu dunia ? Apa itu jiwa ? dan sebagainya merupakan pertanyaan-pertanyaan pertama yang mengganggu pikiran manusia yang selanjutnya mereka mencoba untuk menemukan jawabannya.
                        Epistemology berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu episteme yang berarti pengetahuan dan logos yang berarti penjelasan atau ilmu. Jadi secara etimologis, epistemology adalah ilmu tentang pengetahuan.
2.    filsafat epistemology al-Ghazali
        Al-Ghazali terhadap filsafat metafisika adalah bukan pada objek-objek metafisika. Tetapi jawaban-jawaban para filsuf terhadap masalah-masalah metafisika dengan kesewenag-wenangan akal mereka.
        Ketertarikan al-Ghazali merupakan konsekuansi logis dari wataknya yang selalu haus untuk mengetahui yang sebenarnya akan segala sesuatu. Bagaimanapun juga, kehausan itu pada akhirnya mengantarkannya pada keinginan yang semakin jauh, yaitu keinginan untuk mengetahui hakikat segala sesuatu. Untuk ini semua, yang pertama harus dirumuskan adalah arti kata tahu.
        Setelah mendefinisikan makna tahu, ia kemudian memeriksa pengetahuan yang dimilikinya selama ini yang bersumber dari indera dan akal. Ia menguji kredibilitas pengetahuan dari kedua sumber tersebut. Yang pertama kalinya diselidikinya ialah indera.
6.   Ibnu Tufayl : Akal Dan Wahyu, Risalah Hayy Bin Yaqzhan
                a. Sejarah Hiduupnya
                        Nama lengkap Ibnu Tufail ialah Abu Bakar Muhammad ibn Abd’ Al Malik ibn Muhammad ibn Muhammad ibn Tufail. Ia adalah pemuka pertama dalam pemikiran filosofis Muwahhid yang berasal dari Spanyol. Ibnu Tufail lahir pada abad VI H/XIII M di kota Guandix, Propinsi Granada. Keturunan ibnu Tufail termasuk keluarga suku Arab yang terkemuka, yaitu suku Qais.
                b. Ajaran Filsfat Ibnu Tufail
                        1. tentang dunia
                            Dalam filsafat muslim, ibnu Tufail, sejalan dengan kemahiran dialeksinya, menghadapi masalah itu dengan tepat sebagaimana Kant. Tidak seperti para pendahulunya, tidak menganut salah satu doktrin saingannya, pun tidak berusaha mendamaikan mereka.
                        2. Tentang Tuhan
                        Penciptaan dunia yang berlangsung lambat laun itu mengisyaratkan adanya satu pencipta, sebab dunia tak bisa maujud dengan sendirinya. Juga sang pencipta bersifat immaterial, sebab materi yang merupakan suatu kejadian dunia diciptakan oleh satu pencipta.
               
                        3. Tentang Kosmologi Cahaya
                        Ibnu Tufail menerima prinsip bahwa dari satu tidak ada lagi apa-apa kecuali satu itu. Manifestasi kemajemukan kemaujudan dari yang satu dijelaskannya dalam gaya Neo-Platonik yang monoton, sebagai tahap-tahap berurutan pemancaran yan gberasal dari cahaya Tuhan. Proses itu, pada prinsipnya, sama dengan refleksi terus menerus cahaya matahari pada cermin.
                        4. Epistemologi Pengetahuan
                        5. Etika/Akhlak
                        6. Filsafat dan Agama
                        Filsafat mengarah kepada suatu pemahaman akal secara murni atas kebenaran dalam konsep-konsep dan imajinasi yang sesungguhnya, tak dapat dijangkau oleh cara-cara pengungkapan konvesional.
                       
7. Ibnu Rusyd: Aristotelianis Muslim Penyelaras Agama dan Filsafat
A. Biografi Ibnu Rusyd
Abu ya’la al-walid Muhammad bin ahmad bin Muhammad bin rusyd (1126-1198), atau yang lebih terkenal dengan sebutan ibnu rusyd atau Averroes, adalah filsuf muslim barat terbesar di abad pertengahan. Dia adalah pendiri pikiran merdeka sehingga memiliki pengaruh yang sangat tinggi di eropa. Michael angelo meletakkan patung khalinya di atas atap gereja Syktien di Vatikan karena di pandang sebagai filsuf free thinker. dante dalam  DivineComedia-nya menyebutnya ‘’Sang Komentator’’ karena dia di anggap sebagai komentator terbesar atas karya-karya Aristoteles.
Ibnu rusyd merupakan komentor besar kary-karya aristoteles, namun perhatian intelektualnya yang vital dalam konteks pemikiran filsafat islam diabaikan, kita telah berbuat tidak adil terhadapnya. Akan tetapi bagaimanapun juga, untuk pemperoleh suatu pemahaman yang Ibenar tentang pemikiran filosofis dan teologi Ibnu rusyd, sumber yang paling penting tentu saja tahafut at-Tahafut. Ibnu rusyd sangat mengagumi logika Aristoteles. Ia menyatakan,’’tanpanya orang tidak bisa bahagia  sungguh  kasihan bahwa Plato dan Socrates telah menyia-nyiakannya’’.
B. Agama dan Filsafat: sebuah upaya rekonsiliasi filosofis
Doktrin utama filsafat ibnu rusyd yang membuatnya dicap sebagai murtad berkaitan dengan keabadian dunia, sifat pengetahuan tuhan, dan kekekalan jiwa manusia dan kebangkitannya. Sekilas tentang Ibnu Rusyd memang bisa memberi kesan bahwa dia murtad dalam hubungan dengan masalah-masalah tersebut, tetapi penelaahan yang serius akan membuat orang sadar bahwa dia sama sekali tidak menolak ajaran islam.dia hanya menginterpretasikannya dan menjelaskannya dengan caranya, sehingga bisa sesuai dengan filsafat.
Bagi ibnu rusyd, tidak ada creatioex nihilio, tetapi penciptaan adalah proses  perubahan dari waktu ke waktu. Menurut pandangan ini, kekuatan keatif terus bekerja dalam dunia, menggerakkannya dan menjaganya, untuk menyatukan pandangan ini dengan konsep evolusi. Kedalaman visi dan filsafatnya membuatnya mampu menyatukan berbagai doktrin yang terlihat pertentangan cara yang lentur. Interpretasi yang sempit terhadap teori twofold truth (kebenaran ganda) secara terang-terangan ditolaknya. Dan teori sering kali di atribusikan ibnu rusyd sebenarnya tidak semata-mata miliknya, tetapi hamper menjadi prinsip kebenaran para filsuf muslim, setiap muslim terpelajar sama dengan statement, “Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan tingkat pemahamannya”.
D.     Analisis
Filosof muslim merupakan ilmu yang membahas tentang pengetahuan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan akal-akal pemikiran dari Allah untuk mengemukakan filsafat emanasi (pancaran). Alam di ciptakan Allah dari sesuatu yang ada, yakni hasil dari ta’aqqul Allah terhadap zat-Nya. Akan tetapi banyak ahli filosof bertentangan mengenai penyimpangan pandangan ajaran agama islam, 

E.     Penutup
Kesimpulan
 Filosof Muslim atau (  filosof Muslim ) adalah mereka yang lahir dan tumbuh dalam keluarga muslim. akan tetapi, dalam pandangan dan keyakinannya mungkin saja dia heretic atau anti – Islam. Sementara itu di sisi lain, filosof Islam atau (  filosof Islam ) adalah orang – orang yang mengambil inspirasi – inspirasi falsafatinya dari AL-Qur’an dan Sunnah dan menyusun pandangan-pandangan filsafatnya sesuai dengan dua sumber Islam ( Al-qur’an n hadist) tersebut.
Berdasarkan pandangan ini, maka tidak sedikit deretan Filsuf muslim, bukan filsuf Islam ,  pandangan-pandangannya dianggap banyak menyimpang dari ajaran Islam. Mereka memang hidup di Arab atau wilayah-wilayah di bawah kekuasaan politik Arab dan beragama Islam, namun pandangan-pandangannya sama sekali tidak mencerminkan ajaran-ajaran yang digariskan oleh Al-Qur’an dan Sunnah. Para filosof terkenal yang diantaranya: al-kindi(peletak dasarfilsafat islam), ar-razi( filsuf muslim non- kompromi), al-farabi(pembenaran filosof atas kenabian dan wahyu),ibnu sina( perintis filsafat modern), al-ghozali(epistemology filsafat,telaah atas kitab al-munqidah min adh-dhalal), ibnu tufayil(akal dan wahyu,risalah, hay bin yaqzhan), ibnu rusyd(aiestotelialis muslim penyelaras agama dan filsafat).


[1] Ahmad Zainul Hamdi,Tujuh Filsuf Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2004) hal. 5.
[2] George N. Atiyeh, Al-Kindi: Tokoh Filosof Muslim, Kasidjo Djojosoewarno (penerj.), (Bandung: Pusaka Salman, 1983), hal. 1.
[3]  Ibid., halaman 116.
[4]  Ahmad Fuad Al-Ahwani, Al-Kindi Failasif al-arab, (Mesir: Al-Matabi al-Hai’at al misriah, 1985), hal. 11.
[5] Ibid., hlm. 142
[6] Ibid., hlm. 114
[7] Qadir, Philosophy, hlm. 77.
[8] H. A. Mustafa, Filsafat Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hlm. 110.
[9] Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), hlm. 19-20.
[10] Ahmad Zainul Hamdi,Tujuh Filsuf Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2004) hal. 62-63.
[11] Ibid., hlm. 31

No comments:

Post a Comment