!$¯RÎ)
»oYøsÜôãr&
trOöqs3ø9$#
ÇÊÈ
Èe@|Ásù
y7În/tÏ9
öptùU$#ur
ÇËÈ
cÎ)
t¥ÏR$x©
uqèd
çtIö/F{$#
ÇÌÈ
“Sesungguhnya Kami telah
memberikan kepadamu nikmat yang banyak.
Maka dirikanlah shalat karena
Tuhanmu, dan berkorbanlah.
Sesungguhnya orang-orang yang
membenci kamu dialah yang terputus.”
Sebab Turunnya Ayat
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengisahkan, ketika Ka’ab bin
Asyraf tiba di kota Makkah, orang-orang Quraisy bertanya kepadanya, “Apakah
engkau pemuka mereka? Tidakkah engkau melihat orang ini, yang mengaku lebih
baik daripada kami?Padahal kami adalah ahli haji, pengabdi Ka’bah, dan pemberi
(penyaji) minuman.’ Ka’ab berkata, ‘Kalian lebih baik darinya.’ Turunlah ayat, ‘Sesungguhnya
Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak’.”
Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah mengatakan bahwa
hadits ini diriwayatkan oleh al- Bazzar rahimahullah dan sanadnya sahih.
hadits ini diriwayatkan oleh al- Bazzar rahimahullah dan sanadnya sahih.
Mufradat Ayat
الْكَوْثَرَ
“Kenikmatan
yang banyak.”
Para
ulama tafsir berbeda pendapat tentang makna “al-Kautsar”:
a. Maknanya adalah sungai di dalam jannah (surga) yang diberikan
oleh Allah Subhanahu wata’ala kepada Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wasallam. Hal ini berdasarkan riwayat dari beberapa sahabat,
seperti Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Anas bin Malik, ‘Aisyah , serta tabi’in seperti
Mujahid dan Abul ‘Aliyah rahimahumallah.
b. Maknanya adalah kebaikan(nikmat) yang banyak. Hal ini
berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Sa’id bin
Jubair, Ikrimah, dan Mujahid rahimahumullah. Pada sebuah riwayat yang
dikeluarkan oleh al-Bukhari rahimahullah dan yang lain, dari Abu
Bisyr rahimahullah, dia pernah bertanya kepada Sa’id bin Jubair rahimahullah
tentang pendapat yang mengatakan bahwa al- Kautsar adalah sungai di jannah.
Beliau menjawab, sungai di jannah termasuk bagian dari kebaikan yang
Allah Subhanahu wata’ala berikan kepada Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wasallam. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, dari Ikrimah rahimahullah;
beliau berkata bahwa makna al-Kautsar adalah kebaikan yang banyak, kenabian,
Islam, al-Qur’an, dan hikmah.
c. Maknanya adalah telaga di jannah. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi
Syaibah, dari Atha’ rahimahullah; beliau berkata bahwa makna al-Kautsar
adalah telaga di jannah yang diberikan oleh Allah Subhanahu wata’ala
kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Menurut Ibnu Jarir rahimahullah,
dari sekian pendapat di atas, yang paling mendekati kebenaran adalah pendapat
yang menyatakan bahwa al-Kautsar merupakan sungai di jannah yang diberikan
kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Dalam al-Qur’an, Allah Subhanahu
wata’ala menyebutnya dengan al-Kautsar (kebaikan atau kenikmatan yang
banyak) karena keagungan nilainya.
فَصَلِّ
لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka
dari itu, dirikanlah shalat karena Rabbmu dan berkurbanlah.”
Terdapat
beberapa penafsiran dari ulama salaf tentang ayat di atas.
a. Maknanya adalah meletakkan tangan kanan pada tangan (lengan)
kiri di atas dada ketika shalat. Pendapat ini diriwayatkan dari Ali bin Abi
Thalib radhiyallahu ‘anhu. Pendapat yang semakna diriwayatkan pula dari
asy-Sya’bi.
b. Maknanya adalah shalat fardhu dan mengangkat kedua tangan
sejajar nahr (pangkal leher) saat membuka shalat (takbiratul ihram).
c. Maknanya adalah shalat fardhu atau shalat fajar dan menyembelih
unta di Mina atau pada hari Idul Adha.
d. Maknanya adalah shalat Idul Adha dan menyembelih hewan kurban.
e. Pendapat yang lain mengatakan bahwa ayat ini turun berkaitan
dengan perintah Allah Subhanahu wata’ala kepada Nabi Shallallahu
‘alaihi wasallam. Sebab, orang-orang (musyrik) pada waktu itu melaksanakan
shalat dan menyembelih untuk selain Allah Subhanahu wata’ala. Maka dari
itu, Allah Subhanahu wata’ala memerintah beliau, “Jadikanlah
shalat dan sembelihanmu karena Allah Subhanahu wata’ala.”
Sebagian
ulama berpendapat, ayat ini turun saat terjadi Perjanjian Hudaibiyah, ketika
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya dikepung dan
dihalangi dari Ka’bah. Lalu Allah Subhanahu wata’ala memerintahkan agar
beliau melaksanakan shalat, menyembelih unta, dan kemudian berpaling. Menurut
Ibnu Jarir rahimahullah, dari semua pendapat di atas, yang paling utama
dan yang benar adalah pendapat yang mengatakan bahwa maknanya adalah ”Jadikanlah
shalatmu seluruhnya karena Rabbmu, dengan mengikhlaskannya hanya untuk-Nya,
bukan untuk selain- Nya. Demikian pula sembelihanmu, jadikanlah hanya
untuk-Nya, bukan untuk berhala. Bersyukurlah kepada-Nya atas kemuliaan dan
kebaikan yang tidak ada tandingannya yang hanya diberikan kepadamu.”
Ibnu Jarir menguatkan pendapat ini karena Allah Subhanahu wata’ala
telah memberitakan kepada Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wasallam
tentang pemberian, kemuliaan, dan kenikmatan (al-Kautsar) yang dengannya Dia Subhanahu
wata’ala memuliakan beliau. Tafsirnya, sesungguhnya Aku telah memberimu wahai
Muhammad al- Kautsar, sebagai bentuk pemberian nikmat dan pemuliaan untukmu
dari Kami. Maka dari itu, ikhlaskanlah ibadah hanya untuk Rabbmu. Tunaikanlah
shalat dan kurban hanya untuk-Nya.
إِنَّ
شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
“Sesungguhnya
orang-orang yang membencimu, dialah yang terputus.”
Maknanya, orang yang membenci dan memusuhimu, dialah yang
terputus, rendah, hina, dan binasa. Tentang siapa yang dimaksud oleh ayat ini,
terjadi perbedaan pendapat. Ada yang mengatakan, yang dimaksud adalah al-‘Ash
bin Wa’il. Ada pula yang menyatakan, dia adalah ‘Uqbah bin Abi Mu’aith. Yang
lain mengatakan, mereka adalah beberapa orang dari suku Quraisy. Yang benar,
menurut ath-Thabari t menurutnya, Allah l mengabarkan bahwa orang yang membenci
Rasul Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah yang rendah, hina, dan
terputus. Hal itu menjadi ciri setiap manusia yang membenci beliau, meskipun
ayat ini turun berkenaan dengan orang tertentu. (Tafsir ath-Thabari,
24/679-697)
Asy-Syaikh
Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata dalam kitab Tafsir Juz ‘Amma,
sebagian ulama berpendapat bahwa surat ini adalah surat Makkiyah, sedangkan
yang lain berpendapat Madaniyah. Surat Makkiyah adalah surat yang diturunkan
sebelum hijrah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam ke Madinah, baik
turun di Makkah maupun di Madinah, atau di waktu safar. Jadi, surat Madaniyah
adalah surat yang diturunkan setelah hijrah. Inilah pendapat yang kuat dari
sekian pendapat ulama. Adapun kata “al-Kautsar”, dalam bahasa
Arab artinya adalah kebaikan (kenikmatan) yang banyak.
Demikianlah, Allah Subhanahu wata’ala telah
memberi Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam kebaikan yang
banyak, di dunia dan di akhirat. Di antara kebaikan itu adalah sungai besar
yang berada di jannah, yang mengalir menuju telaga Nabi. Warna airnya lebih
putih daripada air susu, lebih manis daripada madu, dan lebih harum daripada
minyak wangi. Telaga itu berada di tempat yang terbuka di hari kiamat.
Orang-orang mukmin dari umat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam
akan mendatangi tempat itu. Jumlah cangkir dan keelokannya sebanyak gugusan dan
keindahan bintang yang berada di langit. Barang siapa hidup di dunia menjalani
agama Islam di atas syariat beliau (sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasallam), di akhirat ia akan diizinkan mendatangi telaga tersebut.
Sebaliknya, barang siapa menjalani agama Islam tidak di atas syariat beliau, di
akhirat ia akandihalangi sehingga tidak bisa mendatangi telaga itu. Di antara
sekian banyak kebaikan yang telah diberikan kepada Nabi Shallallahu
‘alaihi wasallam di dunia adalah apa yang terdapat dalam hadits berikut.
أُعْطِيْتُ
خَمْسًا، لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِي: نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيْرَةَ
شَهْرٍ، وَجُعِلَتْ لِيَ الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا، فَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ
أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلاَةُ فَلْيُصَلِّ، وَأُحِلَّتْ لِيَ الْمَغَانِمُ
وَلَمْ تَحِلَّ لِأَحَدٍ قَبْلِي، وَأُعْطِيتُ الشَّفَاعَةَ، وَكَانَ النَّبِيُّ
يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةُ وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً
“Aku
diberi lima hal yang tidak diberikan kepada seorang nabi pun sebelumku: (1)
Diberikan kemenangan kepadaku dengan sebab gentarnya musuh dari jarak
perjalanan satu bulan; (2) dijadikan bumi sebagai tempat shalat dan bersuci
untukku, maka siapa pun laki-laki yang sampai kepadanya waktu shalat, hendaklah
ia shalat; (3) diberikan kepadaku syafaat; (4) dihalalkan untukku ghanimah; dan
(5) dahulu para nabi diutus hanya kepada kaumnya saja, sedangkan aku diutus
kepada seluruh manusia.” (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Jabir radhiyallahu
‘anhu)
Semua ini adalah kebaikan (nikmat) yang banyak. Karena beliau
diutus kepada seluruh manusia, konsekuensinya, beliaulah nabi yang paling
banyak pengikutnya. Dimaklumi bersama bahwa seseorang yang mengajarkan kebaikan
akan mendapat pahala seperti halnya pelakunya. Orang yang telah menuntun umat
kepada kebaikan dengan jumlah yang luar biasa adalah Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wasallam. Dengan demikian, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam akan mendapatkan bagian pahala dari setiap individu di antara
umatnya. Tidak ada yang mampu menghitung jumlah umat beliau selain Allah Subhanahu
wata’ala. Di antara kebaikan yang diberikan kepada beliau di akhirat adalah
almaqam al-mahmud, seperti syafaat al-uzhma (syafaat yang
agung).
Sebab, pada hari kiamat manusia mengalami bencana, kesulitan,
dan kesusahan yang tak kuasa mereka menahannya. Akhirnya, mereka meminta
syafaat. Mereka pun mendatangi Nabi Adam, lalu Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi
Musa, Nabi Isa ‘Alaihissalam, hingga berakhir kepada Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wasallam. Beliau pun berdiri dan memberi syafaat. Allah Subhanahu
wata’ala pun memutuskan di antara hamba-Nya dengan syafaat beliau.
Ini adalah kedudukan yang akan senantiasa dipuji oleh orang-orang yang mterdahulu
hingga akhir zaman. Kedudukan ini termasuk dalam firman Allah Subhanahu
wata’ala,
عَسَىٰ
أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُودًا
“Mudah-mudahan
Rabbmu akan mengangkatmu ke tempat yang terpuji.” (al-Isra’: 79)
Al-Kautsar adalah kebaikan yang banyak. Di antaranya adalah
sungai yang berada di jannah, yang juga disebut al- Kautsar. Akan tetapi,
al-Kautsar tidak terbatas pada hal itu saja. Setelah menyebutkan karunia- Nya
yang begitu banyak, Allah Subhanahu wata’ala memerintahkan,
فَصَلِّ
لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka
dari itu, dirikanlah shalat karena Rabbmu dan berkurbanlah.”
Maknanya, sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah Subhanahu
wata’ala atas nikmat yang sangat agung ini, dirikanlah shalat dan
berkurbanlah hanya untuk Allah Subhanahu wata’ala. Yang dimaksud shalat
di sini adalah seluruh jenis shalat. Pertama kali yang dimaksud oleh ayat ini
adalah shalat yang disertai oleh berkurban, yaitu shalat Idul Adha. Meski
demikian, ayat ini mencakup keseluruhan shalat. Jadi, “dirikanlah shalat
karena Rabbmu,” baik yang fardhu maupun yang sunnah, demikian pula shalat
ied dan shalat jumat. Makna “berkurbanlah” adalah dekatkanlah dirimu kepada
Allah Subhanahu wata’ala dengan cara berkurban. Kata “nahr”
maknanya adalah cara penyembelihan unta (dengan menusuk/memotong aliran darah
di bagian atas dada, dalam posisi hewan berdiri). Adabun “dzabh”, adalah
istilah penyembelihan hewan sapi ataupun kambing (dengan memotong empat saluran
pada bagian leher, dalam posisi hewan direbahkan).
Ayat ini hanya menyebutkan “nahr” karena daging unta
lebih bermanfaat daripada yang lain ketika dibagikan kepada orang-orang miskin.
Karena itu, pada Haji Wada’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam
memotong 100 ekor unta, 63 ekor beliau potong sendiri dan sisanya beliau
wakilkan kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Seluruhnya beliau
sedekahkan kecuali sedikit dari setiap unta, yang beliau ambil untuk dimasak
lalu dimakan dagingnya dan diminum kuahnya. Perintah dalam ayat ini berlaku
untuk beliau dan umatnya. Maka dari itu, kita wajib mengikhlaskan shalat dan
berkurban hanya untuk Allah Subhanahu wata’ala, sebagaimana yang
diperintahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Kemudian Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
إِنَّ
شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
“Sesungguhnya
orang-orang yang membencimu dialah yang terputus.”
Makna syaniaka adalah orang yang membencimu, karena
syana’an artinya kebencian. Contohnya adalah firman Allah
Subhanahu wata’ala,
وَلَا
يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ أَن صَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَن
تَعْتَدُوا
“Dan
janganlah sekali-kali kebencian(mu) terhadap suatu kaum karena mereka menghalang-halangimu
dari Masjidil Haram, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka).” (al Maidah:
2)
Artinya, janganlah kebencian (kalian) kepada mereka membawa
kalian berbuat melampaui batas. Demikian pula firman Allah Subhanahu
wata’ala,
وَلَا
يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ
اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ
“Dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorongmu untuk berlaku
tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.” (al-Maidah:
8)
Artinya, janganlah kebencian kepada mereka membawamu untuk
meninggalkan keadilan (sikap adil). Al-abtar adalah isim tafdhil.
Arti kata ini adalah terputus, yaitu terputus dari semua kebaikan. Hal ini
terjadi karena orangorang kafir Quraisy mengatakan bahwa Muhammad (Shallallahu
‘alaihi wasallam) adalah abtar, yaitu tidak ada kebaikan dan berkah
pada dirinya, serta dalam mengikuti ajarannya. Kata ini mereka munculkan ketika
Qasim, putra beliau, meninggal. Mereka lalu mengatakan bahwa Muhammad abtar,
yaitu tidak ada keturunan. Kalaupun ada, maka akan terputus keturunannya. Oleh
karena itu, Allah Subhanahu wata’ala menjelaskan bahwa al-abtar adalah
yang membenci Rasul Shallallahu ‘alaihi wasallam, dan dialah yang akan
terputus dari semua kebaikan. Tidak ada berkah pada dirinya. Hidupnya hanya
berisi penyesalan. Jika hal ini berlaku atas orang yang membenci beliau, begitu
pula bagi yang membenci syariat (ajaran)nya. Oleh sebab itu, barang siapa
membenci syariat Rasulullah n, atau salah satu syiar Islam, atau membenci
ibadah apa pun yang dilakukan oleh manusia untuk melaksanakan agama Islam, dia
telah kafir, keluar dari Islam. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu
wata’ala,
ذَٰلِكَ
بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ
“Hal
itu karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan oleh Allah
(al-Qur’an) lalu Allah menghapus (pahala) amal-amal mereka.”
Tidak ada yang menghapus amalan selain
kekufuran. Barang siapa membenci kewajiban shalat, dia telah kafir, walaupun ia
menjalankan shalat. Barang siapa membenci kewajiban zakat, dia telah kafir
walaupun menunaikannya. Adapun yang merasa berat menjalaninya, namun tidak
membencinya, dikhawatirkan pada dirinya ada salah satu perangai kemunafikan,
meski tidak dikafirkan. Jadi, terdapat perbedaan antara orang yang merasa berat
(tanpa membenci) dengan orang yang membenci. Dengan demikian, surat ini
mengandung penjelasan tentang nikmat Allah Subhanahu wata’ala yang
diberikan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu kebaikan
yang banyak. Selain itu, surat ini memuat perintah untuk mengikhlaskan shalat
dan berkurban hanya untuk Allah Subhanahu wata’ala. Perintah ini berlaku
dalam seluruh bentuk ibadah. Surat ini juga menjelaskan, siapa yang membenci
Rasul n atau sebagian syariat beliau, dialah yang terputus, yaitu tidak ada kebaikan dan berkah pada dirinya. Wallahu a’lam.
No comments:
Post a Comment